‘Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not’ merupakan album debut dari Arctic Monkeys pada 23 Januari 2006 silam. Sebelum perilisan albumnya saja, ‘I Bet You Look Good on the Dancefloor’ sudah menjadi lagu paling terkenal pada 2005, begitu juga ‘When the Sun Goes Down’.
Kemudian album ini menjadi album debut paling sigap terjual dalam sejarah musik Inggris, terjual sebanyak 360.000 copy dalam satu minggu pertama. Sementara di Amerika menjadi album debut terlaris kedua sepanjang masa dengan sertifikat emas dari RIAA (Recording Industry Association of America).
Melihat seberapa signifikan perubahan nan telah dialami Alex Turner, Jamie Cook, Matt Helders (Nick O’Malley belum menjadi member kala itu), mendengarkan ‘Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not’ memang bakal menjadi pengalaman mendengarkan band nan betul-betul berbeda. Ketika Alex Turner mempunyai warna vokal nan tak jauh berbeda dengan ketika dia sedang bicara, ketika gebukan drum Matt Helders tetap kencang dan lantang.
Album debut Arctic Monkeys ini mempunyai konsep dengan tema nan spesifik dan kuat untuk menjadi salah satu album nostalgia masa-masa awal mereka bermusik. Tak bakal pernah jenuh mendengarkan ocehan dan semangat muda sekelompok remaja asal Sheffield ini.
The Gist: ‘Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not ’ bisa dikategorikan sebagai album konsep dengan tema nan cukup spesifik. Mengangkat tema otentik seputar kehidupan malam para remaja Northern UK. Mengingat Arctic Monkeys adalah unit rock dari Sheffield, Yorkshire.
Hampir semua lagu dalam album ini ditulis oleh Alex Turner ketika dia tetap menjadi remaja Sheffield (kecuali ‘Still Take You Home’ nan dia tulis berbareng Jamie Cook). Banyak lagu nan ditulis dengan perspektif orang pertama, terutama dari perspektif pandangnya sebagai remaja nan punya kegemaran bersenang-senang di klub.
Mendengarkan album debut Arctic Monkeys, kita seperti dibawa ke masa muda Alex Turner berbareng kawan-kawannya sebelum terkenal. Sekumpulan remaja nan tidak peduli dengan kehidupan mereka, selama mereka bisa jadi diri sendiri dan bersenang-senang. Pandangan tersebut menjadi initisari dalam ‘Riot Van’. Kemudian lagu-lagu seperti, ‘I Bet You Look Good on the Dancefloor’, ‘Dancing Shoes’, hingga ‘Still Take You Home’ merupakan serangkaian kejadian mundane namun dengan emosi spesifik ketika sedang berada di lantai dansa.
Adapula lagu-lagu mengangkat rumor youth subculture dalam track seperti ‘Fake Tales of San Francisco’ dan ‘A Certain Romance’. Alex Turner muda belum banyak menulis lagu cinta, ‘Mardy Bum’ menjadi satu-satunya lagu romantis dalam album debut ini.
‘From the Ritz to the Rubble’ merupakan lagu nan ditulis dengan perspektif pandang penjaga pintu klub. Sementara ‘When the Sun Goes Down’ terinspirasi oleh kisah para prostitusi nan berkeliaran di sekitar studio lama Arctic Monkey melakukan rehearsal dan rekaman. ‘Perharps Vampire I A Bit Strong But…’ merupakan lagu tentang orang-orang nan meragukan keahlian Alex Turner berbareng kawan-kawannya ketika memulai Arctic Monkeys. Orang tak mengerti bahwa dia bermusik bukan untuk menghasilkan uang, namun untuk menjadi diri mereka.
Materi album debut ini tak hanya menjadi esensial bagi Arctic Monkeys, namun juga menjadi representasi budaya remaja Inggris, khususnya bagi para Northerner pada masanya nan sangat otentik; it’s raw and messy, but it’s fun!
Sound Vibes: Dengan konsep musik nan menggambarkan kehidupan malam dan clubbing di Northern UK, lagu-lagu dalam album ini mempunyai tempo dan aransemen garage rock revival nan mengundang tarian bagi pendengarnya. It’s dance music, but it’s rock. Ini nan membikin latar klub dalam album ini terasa otentik, khususnya untuk khayalan bakal klub musik di Northern UK pada era 2000an.
Sebagai band dari Inggris, sebetulnya Arctic Monkeys mempunyai vibes punk rock ala Amerika pada album debut ini. Mengingat Alex Turner adalah fans The Strokes, juga kerap membawakan lagu-lagu The White Stripes pada masa awal manggung mereka. Kita bisa mendengarkan gimana band Inggris ini berupaya terdengar seperti band Amerika, justru menghasilkan warna musik nan baru.
Setiap member Arctic Monkeys juga mempunyai karakter masing-masing dalam membawakan instrumen mereka. Mulai dari gebukan drum Matt Helder nan kala itu tetap agresif, serta permainan gitar Jamie Cook dan Alex Turner nan tak kalah liar. Kemudian dianugerahi warna bunyi Turner dengan aksen British-nya nan sangat khas.
Best Tracks:
Banyak track keren dari ‘Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not’ nan tak pernah lama untuk didengarkan dan tetap jadi favorit fans Arctic Monkeys. Hits seperti ‘I Bet You Look Good on the Dancefloor’, ‘The View From the Afternoon’, serta ‘When the Sun Goes Down’ menjadi track-track nan membesarkan nama mereka. Secara keseluruhan sebetulnya semua track sukses menjadi fragmen-fragmen nan membentuk vibe kehidupan malam di Northern UK nan menjadi tema latar album ini.
Bicara soal fundamental, ‘Fake Tales of San Francisco’ dan ‘Perhaps Vampire Is A Bit Strong But…’ mempunyai makna nan dalam sebagai lagu-lagu dalam album debut ini. ‘Fake Tales of San Francisco’ menjadi pesan bahwa band kudu jujur dengan asal dan jati diri mereka, tidak berupaya menciptakan gambaran nan tiruan dan ekspektasi tertentu. Lagu dengan lirik nan bijak dari Alex Turner, lantaran dia sebetulnya juga sempat terjebak dalam perspektif tersebut.
Sementara ‘Perhaps Vampire Is A Bit Strong But…’ menjadi lagu nan menyentuh untuk dikenang. Bagaimana mereka sekarang sukses membuktikan pada orang-orang nan sempat meremehkan mereka di masa muda, bahwa mereka bisa sukses dengan menjadi diri sendiri serta bermusik.
Meski sudah 17 tahun berlalu, ‘Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not’ tetap menjadi album debut nan tetap mempunyai tempat spesial di hati para fans Arctic Monkeys. Menjadi root dan curahan hati Alex Turner, Jamie Cook, dan Matt Helders saat tetap berumur belasan tahun, semangat muda ketika memulai karir bermusik mereka terekam sempurna dalam album ini.