Balada Si Roy Review: Lika-liku Perusuh Tatanan

Sedang Trending 8 bulan yang lalu

Dalam menjalani hidup, tentu ada banyak momen nan bisa jadi membentuk seseorang seiring waktu. Entah pengalaman baik maupun buruk, semuanya mempunyai purpose sendiri dalam menentukan arah di masa depan. Singkatnya, ‘Balada Si Roy’ nan sedang tayang di bioskop tak pergi jauh dari itu.

‘Balada Si Roy’ merupakan movie drama tindakan produksi IDN Pictures nan diadaptasi dari novel berjudul sama karya Gol A Gong dan diarahkan oleh Fajar Nugros. Memperkenalkan Abidzar Al Ghifari sebagai pemeran utamanya, movie berlatar tahun 80an ini berpusat pada Roy nan baru saja pindah ke Serang. Akan tetapi, kehadirannya membawa ragam bentrok dengan beragam pihak, perlahan memberikan dinamika dalam caranya memandang lingkungan nan tak seramah perkiraannya.

Balada Si Roy

Secara narasi, ‘Balada Si Roy’ tentu berfokus pada lika-liku dari karakter Roy. Ada beragam bentrok nan disajikan, seperti perseteruan Roy dengan Dullah hingga sang remaja nan tertindas lantaran masa lampau orang tuanya nan problematik di mata orang lain. Walau kisah-kisah tersebut ditampilkan dengan representasi nan asik, sayangnya itu nan membikin plot terasa kurang mengalir, terutama lantaran transisi antar kisahnya nan tampak sangat jomplang. Oleh lantaran itu, mengemasnya menjadi sebuah series dengan beberapa bagian bisa jadi bukanlah perihal nan jelek daripada dipaksakan menjadi movie panjang seperti ini.

Esensi utama nan diusung oleh ‘Balada Si Roy’ adalah remaja nan kudu menghadapi peliknya mencari jati diri. Untuk mendukung ini, disematkan beragam rumor nan muncul pada tahun 80an seiring 109 menit pemutarannya. Penguasa nan menindas kaum jelata, orang-orang berjasa nan tak sejahtera pasca kemerdekaan, hingga gimana dosa satu orang bakal terbawa terus pada family dan keturunannya memberikan warna lebih pada kisah sang karakter titular sebagai perusuh tatanan nan sudah berdiri kokoh.

Balada Si Roy

Demi memperkuat cerita, ‘Balada Si Roy’ datang dengan segudang karakter untuk membikin signifikansi Roy tampak nyata. Dullah sebagai main adversary, duo Andi-Toni sebagai sahabat karib, Edi si ketua OSIS, hingga trio Ani-Wiwik-Dewi sebagai wanita terdekat dalam lika-liku remaja Roy. Meski sebagian besar di antaranya diperankan dengan baik oleh deretan muda-mudi pewarna industri sinema Indonesia, minimnya backstory dari para karakter ini membikin mereka seakan menjadi batu loncatan semata demi membikin Roy menjadi lebih berarti.

Apabila Angga Dwimas Sasongko meletakkan ambisi pada ‘Mencuri Raden Saleh’ kemarin, ‘Balada Si Roy’ merupakan buah ambisi besar dari Fajar Nugros nan dapat dilihat dari production value-nya. Sinematografi nan banyak bermain pada steady shot dan fast-paced shot dengan color tone cenderung warm, scoring yang didominasi rock, hingga set design yang cukup sukses dalam menampilkan lingkungan di tahun 80an membuatnya bisa memanjakan indera para penonton seiring pemutarannya.

Akhir kata, ‘Balada Si Roy’ adalah movie lain dengan konsentrasi remaja dalam mencari jati dirinya seiring hadirnya bentrok dengan beragam pihak. Walau tampil dengan teknis menawan dan didukung dengan peran ciamik dari para cast-nya, plot yang disajikan ala konten episodic dengan transisi nan kurang lembut membikin cerita dari Roy terasa mondar-mandir seakan tak tahu ke mana arahnya.