Blur: The Ballad of Darren Album Review

Sedang Trending 2 bulan yang lalu

Setelah beberapa tahun belakangan sibuk sebagai produser Gorillaz, akhirnya Damon Albarn kembali berbareng Blur merilis album kesembilan mereka, “The Ballad of Darren” pada 21 Juli 2023, di bawah naungan Warner Records dan Parlophone.

Diproduksi oleh James Ford di Studio 13 di Devon dan London, album ini menandai kembalinya setelah album terakhir mereka “The Magic Whip” pada 2015 silam.

Kali ini terinspirasi dari lounge music dan alternative pop era 1970an, “The Ballad of Darren” menjadi album reuni nan lebih dewasa dan nostalgia dari Blur. Sudah dua dasawarsa terakhir, Blur menjadi unit dengan member nan tampak jauh sama lain.

Setiap personil sibuk dengan aktivitas pribadi maupun ahli dalam skena musik, namun selalu ada emosi bakal ‘bisnis’ nan belum terselesaikan dari unit rock asal Inggris ini. Tidak pernah resmi bubar, setiap kali kembali berkarya bersama, rasanya selalu menjadi reuni nan terus menghidupkan bara dalam Blur.

Pada titik ini, sebagai fans kita mungkin tak bakal cemas meski Albarn sibuk dengan Gorillaz, alias tidak ada member dari Blur nan terlihat berkarya bersama. Selama belum resmi bubar, mereka selalu bisa merilis album terbaru ketika inspirasi datang.

The Gist:

Blur, terutama Damon Albarn, menunjukan kecenderungan untuk berani mengeksplorasi musik nan ekspansif. Meskipun “The Ballad of Darren” cukup kaya konsep musik, album ini diproduksi dengan style nan lebih minimalis dibandingkan dengan karya-karya Blur sebelumnya. Di bawah pengarahan produser Gorillaz, James Ford, produksi nan sempurna mencerminkan kembalinya mereka ke dasar, akhirnya terbukti sukses aplikasinya dalam album ini.

Lagu pembuka nan menyentuh dan penuh makna, ‘The Ballad’ meningatkan kita bakal emosi kehilangan, menyambut kita dengan vibes nostalgia. Bahwa album ini adalah rangkaian balada lembut tentang kenangan, emosi melankolis bakal sesuatu nan pernah ada hingga ketidakpastian di masa depan.

“The Ballad of Darren” menjadi album nan nuansanya memang lebih melankolis dan mencangkup tema naik turun kehidupan bagi kita pendengar Blur dari masa muda hingga sekarang sudah berada di usia 30an ke atas. Namun, tetap menghadirkan cita rasa dan jati diri Blur nan selama ini pandai memanifestasikan kehancuran nan dirasakan seorang pria, melalui perspektif Damon Albarn nan eksploratif, berbareng transisi seni dan sentuhan blues eksentrik dari Graham Coxon.

Ini menjadi gambaran dari Albarn sebagai pihak nan menyatakan perasaannya, namun tetap berhujung dengan tidak merasa terhibur. Lebih dari sekadar rasa sakit dan alunan balada nan rapuh, balada ini hendak mengungkapkan redupnya akibat dari emosi kehilangan, sekaligus kehangatan nan mulai kita rasakan di pertengahan kehidupan, tak lagi bara seperti di masa muda. Hingga pada akhirnya kepercayaan nan semakin memudar, dimana krisis bakal membawa kita menuju level kita dalam kehidupan berikutnya nan dewasa.

Sound Vibes:

Kumpulan tracklist mengandung momen menarik bakal prinsip posisi Blur saat ini. Masih terdengar sentuhan keberanian bakal aplikasi seni pop nan eksentrik namun manis. “The Ballad of Darren” menjadi karya individual paling menarik dari mereka sejak album-album seperti “13” (1999), menandai perubahan besar dari aliran Britpop nan mereka kembangkan pada era 1990an.

Seperti band-band senior nan kembali belakangan ini, Arctic Monkeys dengan “The Car“, kemudian Foo Fighters dengan “But Here We Are”, ini menjadi album kembali Blur dengan tracklist nan lebih down beat, layaknya arti ‘balada’. Dengan beberapa komponen nan mengingatkan kita pada rekaman dari awal karir Blur, namun dengan bungkusan emosi nan berbeda, ialah bungkusan nostlagia.

Best Tracks:

Single pertama, ‘The Narcissist’, merupakan penghormatan kepada Ovid’s Metamorphosis, nan mengilhami tokoh-toko Narcissus dan Echo. Track ini dengan lembut memproses dengan transisi nan terasa seperti menuju bumi lain. Vokal Albarn di seluruh album ini sepenuhnya menggambarkan refleksi diri nan tenang, rentan, namun tulus.

Melalui penyampaian syair nan effortless dan riff gitar nan hidup dari Coxon, ‘St. Charles Square’ memperdengarkan nuansa nostalgia nan mengingatkan kita pada album debut mereka, “Leisure”. Track ini terdengar spesial dan menjadi salah satu favorit penggemar.

Dengan iringan gitar nan gemerlap dari Coxon, mengakselerasi penyampaian pesan nan berarti bakal rumor mendalam tentang moral oleh Albarn dalam ‘Russian Strings’. Dalam track ini, Albarn menyelam lebih dalam menuju konemplatasi tentang kematian. Menyelidiki prinsip nan tidak kekal dari kehidupan dan waktu nan terus berjalan. Melalui melodi nan terdengar menghantui dan lirik nan haru biru, dia membujuk pendengar untuk merenungkan eksistensi kita dan momen-momen sesaat nan menjadi arti dalam perjalanan hidup ini.

‘Heights’ menjadi perjalanan introspektif karakter Darren dalam menjelajahi kompleksitas usia pertengahan, menggabungkan dengan jeli kesedihan dengan tema-tema utama nan sebelumnya telah dieksplorasi dalam tracklist “The Ballad of Darren”. Meskipun berbeda dari style unik Blur, pendekatan musik nan lebih lembut dan ringkas memberikan lapisan unik dalam mempresentasikan seorang laki-laki nan nyaris luntang-lantung, memberikan perspektif lembut mengenai kegelisahan emosionalnya.