Boygenius: The Record Album Review

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Boygenius adalah supergrup nan tergabung dari tiga musisi wanita nan cukup terkenal saat ini di skenanya, Julien Baker, Phoebe Bridgers, dan Lucy Dacus. Mereka bertiga sempat merilis EP debut pada 2018. Setelah disibukan dengan project solo masing-masing, Boygenius akhirnya kembali berkarya berbareng dalam full album pertama mereka, “The Record” nan rilis pada Maret 2023.

Menyebut diri mereka sebagai ‘boygenius’, konsep ironi dipakai lepas dari status mereka sebagai tiga musisi wanita. Ide nama tersebut datang lantaran pendapat selama ini bahwa kebanyakan musisi-musisi nan disebut sebagai ‘jenius’ dan ‘brilliant‘ dengan label legendaris rata-rata adalah musisi pria.

Nama mereka juga merujuk pada tekanan nan sering dihadapi oleh wanita untuk sukses dalam berkarir di industri musik nan didominasi oleh pria, serta stigam bahwa keahlian wanita tetap sering dianggap lebih rendah meskipun potensi mereka sama.

Namun, lepas dari beragam kesungguhan nan ditampak dalam makna nama grup mereka, Boygenius menganggap konsep tersebut lebih sebagai konsep nan menyenangkan, sekaligus berarti dalam merepresentasikan semangat kelamin dan kreativitas. Dimana bisa semakin kita pahami melalui album “The Record”.

The Gist:

Album debut dari Boygenius nan berjudul “The Record” rupanya didasari oleh kasih sayang dan hubungan nan tulus bakal tiga wanita ini dalam bermusik. Kasih sayang mereka nan sama-sama menentang dugaan sosial bahwa wanita kudu menumpahkan daya emosional, spiritual, dan seksual mereka kepada pria, seperti nan diungkapkan oleh penyair feminis Andrienne Rich dalam sebuah esai terkenal.

Selain itu, album ini juga hendak menentang konsep pemisah nan jelas antara hubungan romantis dan hubungan platonic.

Anggota Boygenius berfaedah sebagai tim, sahabat, dan mungkin pasangan romantis di atas panggung. Lagu-lau dalam “The Record” sebagaian besar didedikasikan untuk menginspirasi satu sama lain di antara Baker, Bridgers, dan Dacus. dengan referensi intim dan inside joke di dalamnya.

Album ini berisi 12 tracks nan dibagi secara merata antara ketiga anggota; masing-masing mengambil peran utama dalam empat tracks, sementara kedua personil lainnya memberikan bait tambahan maupun harmoni. Menjadi upaya nan manis dari ketiga dara ini untuk menghasilkan album nan bias pada satu musisi saja.

“The Record” merupakan arti sempurna dari sisterhood, nan bisa jadi kekuatan utama dari wanita ketika tergabung menjadi kolektif. Tanpa berupaya menjadi relevan dan hanya mengeksploitasi materi personal, mereka tetap bisa menginspirasi pendengar umum.

Sound Vibes:

Seperti nan telah disebutkan sebelumnya, “The Record” menjadi showcase dari Baker, Bridgers, dan Dacus nan seimbang dan harmonis. Masing-masing dari mereka mempunyai karakter unik dan karakter nan berbeda namun serasi.

Vokal Julien Baker mempunyai karakter nan raw dan powerful, dengan komposisi musik soft punk ala “Little Oblivions”-nya pada 2021 lalu. Kemudian Phoebe Bridgers nan terkenal dengan warna vokalnya nan breathy dan ethereal, membangkitkan nuansa nostalgia nan melankolis dan emo seperti warna musik nan dia aplikasikan pada album “Punisher”. Sementara Lucy Dacus mempunyai karakter vokal nan lebih hangat dalam iringan musik bernuansa folk rock.

Sekilas, ketika musisi ini terdengar sama ketika kita memandang mereka tampil secara terpisah. Namun “The Record” bisa menujukan gimana ketiganya mempunyai karakter nan cukup distinct, namun dalam spektrum nan tetap sama. Ibarat memandang tiga berkawan nan mempunyai visi nan sama, Boygenius mempunyai hubungan dalam bermusik nan membikin kita mengerti gimana ketiganya membentuk grup dengan cinta dan ikatan bersahabatan nan tulus lantaran memang mempunyai kecocokan dalam bermusik.

Best Tracks:

‘Not Strong Enough’ menjadi salah satu track dimana Boygenius bercahaya berbareng nan memperdengarkan musik dengan aransemen gitar nan lembut sekaligus up beat, mengiringi ketikanya menyanyi dalam harmoni vokal. Terdengar seperti tipikal lagu indie senandung cinta, kemudian diakselerasi dengan alunan hook nan terdengar seperti mantra nan pecandu dirampalkan oleh mereka bertiga, ‘always an angel never a god‘.

‘Satanist’ menjadi track nan cukup provokatif dalam album. Dieksekusi dengan aransemen musik rock nan sedikit lebih gelap, amtmospheric, dan psychedelic, jika dibandingkan dengan track-track lainnya. Layaknya steriotip orang ketika mendengar kata ‘satanist’. Dalam segi lirik sendiri, lagu ini memuat pesan tentang bahayanya ekstrimis agama. Trio ini terdengar seperti tiga penyihir nan menyanyi dengan indah, terdengar membuai sesat bagi para ekstrimis agama. Namun mungkin mempesona bagi nan terbuka bakal poin dari pesan mereka.

“The Record” ditutup dengan tiga track berurutan dari ketiga member. Mulai dari track ballad folk ‘We’re in Love’ oleh Lucy Dacus, track soft rock ‘Anti-Curse’ oleh Julien Baker, kemudian ditutup dengan lagu ballad nan soft dan haunting unik Phoebe Bridgers, ‘Letter to an Old Poet’. Ketiga track penutup ini menjadi rangkaian track nan menonjolkan signature dari masing-masing member Boygenius. Bagaimana ketika salah satu sedang berada di bawah lampu sorot, keduanya selalu datang sebagai penompang nan selaras dan saling menguatkan.

Secara keseluruhan, “The Record” adalah album nan mempunyai semangat sisterhood nan kuat diantara ketiga musisi wanita jenius ini. Masing-masing sedikit menekan ego mereka demi menghadirkan keselerasan tema dalam bermusik. Ini bukan album feminisme penuh dengan semangat pemberontakan nan mungkin menjadi dugaan banyak orang ketika mendengar konsep dari Boygenius sendiri. “The Record” merupakan album nan dirangkai dengan kehangatan persahabatan, kasih sayang, dan visi bermusik ketiga membernya nan serasi.