Sebagian besar orang mempunyai keahlian, entah disadari maupun tidak. Keahlian itu pula nan kemudian digunakan untuk kepentingan dari pemiliknya, meski memang keahlian nan dahsyat bakal mendatangkan ancaman nan tak kalah besar. Sekilas, premis tersebut datang dalam ‘Khanzab’ nan saat ini sedang tayang di bioskop.
‘Khanzab’ merupakan movie seram produksi Dee Company pengarahan Anggy Umbara. Membawa Yasamin Jasem sebagai pemeran utama dan didukung oleh Tika Bravani hingga Arswendy Bening Swara, movie ini bercerita tentang Rahayu nan hidupnya tertindas lantaran latar belakang mendiang ayahnya sebagai dukun. Tak lama kemudian, Rahayu mulai dihantui rentetan makhluk lembut setelah mengunjungi mushola nan dulu menjadi tempat praktik sang ayah.
Secara narasi, movie bakal banyak berpusat pada Rahayu dalam lika-liku hidupnya. Alurnya sendiri dikemas secara maju-mundur sebagai media dalam memberi pemahaman lebih mengenai karakter dari Rahayu dan para karakter-karakter mengenai lainnya. Teknik seperti ini memang menarik di awal, namun sayangnya sangat repetitif nan membikin penonton tentu mudah jenuh untuk mengikutinya.
‘Khanzab’ sendiri mengusung konsentrasi tentang gimana orang-orang dengan pengetahuan hitam bakal mudah dikucilkan oleh masyarakat. Salah satu dasar nan mengukuhkannya adalah rumor dukun santet nan sempat marak antara 1998-200, mengenai dukun nan dibantai di wilayah Jawa sebagai pengantar di awal. Tak hanya itu, perlakuan masyarakat nan mengiringinya juga membikin movie ini terasa masuk logika dengan konteks tersebut. Itu nan membikin movie ini tampak existent di sekitar penonton.
Sebagai movie horor, ‘Khanzab’ cukup sukses dalam menyajikan kengerian bagi penonton. Film ini banyak bermain dengan hantu-hantuan sebagai objek pembawa ketakutan seiring durasinya. Walau memang formula menakutinya mulai mengendur kala mendekati akhir, komponen sadis nan diusung oleh movie pengarahan Anggy Umbara ini membuatnya sebagai sajian seru dan menjadi pembeda dibanding seram agamis lainnya nan condong bermain aman.
Dari segi teknis, ada plus minus nan tersaji pada ‘Khanzab’ ini. Scoring adalah komponen terbaik di dalamnya, sukses memperkuat beragam scene terutama horornya. Set design yang berlatar urban di satu wilayah saja pada tahun 2000 sukses dibangun dengan apik, ditambah dengan color tone kekuningan sebagai pendukungnya. Namun lain halnya dengan penggunaan special effects yang terasa tetap kurang halus, membikin pemeran dan latar belakangnya tampak tidak menyatu pada beberapa scene.
Akhir kata, ‘Khanzab’ adalah movie seram agamis nan tak berupaya untuk menggurui dan hanya menjadi representasi rumor dukun santet di Indonesia masa lampau. Setidaknya, Anggy Umbara sukses membikin movie ini lebih berani melalui kesadisan seiring pemutarannya.