Little Fish: Ketika Perasaan Lebih Kuat Daripada Kenangan

Sedang Trending 3 bulan yang lalu

“Little Fish” merupakan drama romance sci-fi nan disutradarai oleh Chad Hartigan. Naskah ditulis berbareng Mattson Tomlin nan diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama oleh Aja Gabel pada 2011. Dibintangi oleh Olivia Cooke dan Jack O’Connell, keduanya adalah sepasang kasih, Emma dan Jude, nan kemudian diceritakan menikah dan menjalani kehidupan sebagai suami istri.

Kehidupan cinta mereka nan tampak selaras dan penuh kenangan senang kudu terancam lantaran adanya virus NIA (Neuroinflammatory Affliction). Suatu virus nan langkah kerjanya sama seperti alzheimer, namun dalam skenario ini menjangkit umat manusia seperti pandemi nan tidak ada obatnya.

Cinta pasangan ini pun diuji ketika Jude mulai menunjukan tanda-tanda kehilangan ingatan, terutama kenangan indahnya berbareng Emma. Akankah Jude juga melupakan rasa cintanya pada Emma?

“Little Fish” sempat tayang perdana pada 2020 dalam movie festival, namun perilisan globalnya kudu tertunda lantaran pandemi hingga 2021, dan sekarang “Little Fish” sudah bisa di-streaming di Netflix.

Little Fish

Lebih Melankolis Dibandingkan dengan “Eternal Sunshine and the Spotless Mind”

Banyak nan menyadari “Little Fish” mempunyai konsep cerita nan sama dengan movie romance sci-fi 2000an, “Eternal Sunshine and the Spotless Mind” nan dibintangi oleh Jim Carrey dan Kate Winslet. Sama-sama menyandang aliran sci-fi, “Little Fish” sebetulnya sangat subtle dalam menampilkan aliran tersebut dibandingkan dengan ‘Eternal Sunshine’ nan terlihat sekali nuansa off beat dan quirky-nya.

Film Chad Hartigan ini mempunyai narasi nan terlihat lebih realistis, hanya pandemi NIA saja nan menjadi komponen sci-fi dalam skenario ini. Terasa lebih immersive dan dekat dengan realita lantaran rilis pasca pandemi COVID-19.

Jatuhnya movie drama romansa ini lebih melankolis, bittersweet, dan sekilas seperti movie drama pada umumnya, namun mempunyai konsep cerita nan memikat secara emosional. Mengangkat tema seputar kenangan dan ‘bagaimana kita tidak bisa melupakan perasaan’.

Plot “Little Fish” juga tidak dipresentasikan secara linear. Ada flashback nan nyaris terasa kombinasi campur dan tidak terstruktur. Cukup membikin bingung pada awal pertama menonton. Namun bisa jadi itulah poin dalam movie ini, kisah cinta Emma dan Jude nan dipresentasikan sebagai fragmen-fragmen kenangan bagus maupun sedih nan acak. Cocok dengan tema virus kehilangan ingatan nan menjadi ancaman utama dalam kisah ini.

Chemistry Olivia Cooke dan Jack O’Connell nan Mencuri Hati

Emma dan Jude mungkin bukan pasangan fiksi dari movie nan cukup ikonik, namun kisah mereka pasti bakal tinggal di hati penonton untuk waktu nan lama. Olivia Cooke dan Jack O’Connell sukses menyajikan chemistry nan cukup kuat untuk penonton mendukung kelancaran dari hubungan Emma dan Jude lepas dari ancaman nan seiring berjalannya waktu menelan semua kenangan bakal perjalanan cinta mereka nan indah.

Emma adalah seorang master hewan, sementara Jude adalah seorang fotografer. Sebagai pasutri muda, keduannya membangun rumah tangga mini nan bisa dan selaras berbareng seekor anjing berjulukan Blue. Hubungan cinta mereka juga dipresentasikan dengan pas, tidak terlalu cheesy, namun cukup mesra dan mendalam untuk menjangkau hati penonton.

Karena skenario ini tidak bakal sukses tanpa chemistry nan kuat dan meyakinkan dari pasangan utamanya. Penonton kudu patah hati dan dibuat hancur ketika hubungan mereka tidak berhasil, dan objektif tersebut sukses diwujudkan melalui penampilan Cooke dan O’Connell.

Tidak Perlu Paham Plotnya untuk Tersentuh dengan Kisah Cinta Emma dan Jude

“Little Fish” mungkin tidak senyentrik ‘Eternal Sunshine’, namun mempunyai beragam komponen nan jelas tidak mainstream dan generik sebagai movie drama romansa. Film ini merupakan salah satu nan mempunyai naskah dan eksekusi unik. Mulai dari latar nan ajaib; latar sci-fi tidak pernah terasa serealistis ini, plot non-linear, plot twist, dan cukup mind-bending.

Mungkin banyak dari kita juga tidak bakal langsung mengerti ketika menonton untuk pertama kalinya. Sayangnya, movie ini terlalu bikin sedih penonton untuk mau menonton movie ini lebih dari sekali hanya untuk memecahkan plot sesungguhnya.

Namun, kekuatan dari movie romansa nan cukup memutar otak ini adalah ketika kita tidak perlu mengerti plot runtut dari kisah Emma dan Jude untuk merasakan akibat emosional.

Film ini mempunyai presentasi nan sudah cukup untuk membikin penontonnya merasakan cinta, haru, patah hati, dan apapun jenis emosi nan bakal muncul di hati penonton setelah movie berakhir. Intinya hanya, Emma dan Jude saling cinta, kemudian gimana emosi mereka lebih kuat daripada kenangan nan mungkin saja bisa mereka lupakan suatu hari nanti.