Mengambil Inspirasi dari Sejarah Bersama Agugn

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Agugn merupakan moniker dari seniman visual kelahiran Kota Kembang nan sudah tiga separuh tahun menjadikan pulau Dewata sebagai rumah untuk berkarya. Sempat mendapatkan residensi di salah satu museum Jepang dijadikan pengalaman berbobot untuk terus mengeksplorasi bahasa visual nan telah menjadi simbol karakter unik dalam karya-karya nan dibuat.

Karya-karya Agugn padat bakal simbol psikedelik, misterius serta alam nan terinspirasi dari narasi-narasi era purba tepatnya sebelum sejumlah pengaruh luar masuk ke Indonesia dan membangun kerajaan-kerajaan di Nusantara. Pemahaman ini memang tidak lantas Agugn jadikan bahasa visual tetapi perihal ini menetap dalam dirinya pada kehidupan sehari-hari nan membikin dirinya memutuskan untuk pindah ke pulau di Timur pulau Jawa tersebut.

Di suatu sore dengan perbedaan waktu Cultura mencoba menghubungi Agugn nan sedang berkarya di studio keramik milik sang Istri, Arta Derau Ceramics membahas tentang karya dan kepindahannya ke pulau para dewa tersebut.

Kenapa menggunakan penulisan nama seperti itu?

Pingin berbeda dari nama Agung lainnya. Sebenernya, waktu mini di akte kelahiran penulisannya seperti nan sekarang tapi diurus jadi Agung sewajarnya.

Dari kapan pindah ke Bali?

Dari tahun 2018, sudah sekitar 3,5 tahun berkarya di Ubud.

Kenapa memilih Bali untuk menjadi rumah untuk berkarya?

Awalnya lantaran diajak istri, dia juga seorang seniman dengan medium utama keramik dan dapat kesempatan untuk ke Bali. Dulu emang sering ke Bali tapi hanya untuk liburan saja, ketika mencoba tinggal disini dan berkarya, saya menyadari mendapatkan lebih banyak insipiransi daripada di Jawa lantaran karya saya banyak terinspirasi dari seni Indonesia kuno.

Apa perbedaan berkarya di Bandung dengan di Bali?

Dari segi studio, dulu di Bandung studio sangat mini sekarang lebih sedikit besar meskipun tetap gabung dengan rumah. Selain itu, di Bali menjadi berkembang lantaran bisa bekerja dengan talenta-talenta lokal. Berbeda sangat jelas, dari tempat sudah jelas beda tapi nan pingin saya garis bawahi adalah penyadaran diri menjadi lebih berkembang. Ketika di Bandung memang tinggal di wilayah nan dekat dengan studio seniman lain tapi di Bali saya lebih konsentrasi dengan karya saya lantaran jaraknya cukup jauh ke studio-studio lain.

Ada pengaruh nan tetap terbawa dari Bandung?

Pastinya lantaran lahir dan besar di Bandung akarnya tetap di sana. Saya tidak konsentrasi dengan perihal tersebut lantaran udah menjadi identitas diri tapi lebih mencoba menyerap daya nan ada di Bali.

Karya Agugn kuat dengan perihal hal psikedelik, magis, dan alam. Bagaimana proses penemuannya?

Itu merupakan salah tiga inspirasi utama untuk saya. Penemuan awalnya lantaran desertasi dari pengajar waktu kuliah di Bandung, dia menjelaskan gimana proses berkarya relief di candi Borobudur. Dia menganalogikan dengan sebuah rumus, ialah ruang, waktu, dan dasar. Jadi gambar-gambar purba di Indonesia tidak sesederhana itu, disana ada sebuah naskah cerita nan dikirim dari setiap panel, jika panel tersebut disatukan bakal menjadi sebuah cerita nan lebih besar. Itu menarik untuk saya dan menjadi inspirasi utama dalam Bahasa visual nan saya gunakan.

Berarti dalam setiap karya Agugn juga terdapat narasi?

Memang ada, tapi narasinya tidak berasas suatu plot nan sudah pakem. Setiap panel memang punya cerita sendiri lantaran saya masukin beberapa perincian cuman tidak secara literatur hanya sebatas prinsip seni. Semua kembali kepada penikmat karya saya lantaran mereka punya perspektif masing-masing, mereka nan menikmati karya saya sering merasa “ini relate banget dengan keadaan”. Padahal dalam karya tersebut belum tentu perihal itu nan mau saya sampaikan tapi ini menjadi motivasi juga untuk saya mengetahui akibat nan diberikan oleh karya-karya saya..

Kapan pameran terdekat?

Pameran terdekat Februari 2022 di Jogja.

Untuk pameran selanjutnya tema apa nan diusung?

Tema nan diusung dari galeri, mereka mengangkat “On Connectivity” untuk karya saya sendiri mengeksplorasi seni kartu tarot. Jadi, ada 3 kartu dari 22 kartu major Arkana nan saya visualisasikan kembali lantaran menurut filsuf langkah pembacaan tarot berupa sinkronisasi jadi memang nyambung-nyambungin.

Konektivitas apa nan mau diangkat oleh Agugn dalam karya tersebut?

Mental state saya sekarang ada di mengeksplorasi dan menyadari banyak perihal tentang gimana manusia nan sering disebut superior sebetulnya tidak superior sama sekali. Jadi manusia diklaim sebagai makhluk nan berakal, sebagai wakil tapi kenapa semua musibah besar selalu disebabkan oleh manusia. Pertanyaan, penyadaran, kritik tersebut saya coba sebarkan melalui karya kepada audience. Kebetulan sudah empat tahun ini saya memilih vegan lantaran ini selaras dan selaras dengan apa nan saya usung selama ini.

Sedikit obrolan berbareng seniman asal Bandung, Agugn mengenai kepindahannya ke Pulau Dewata dan inspirasi nan ada di sekitar dirinya untuk terus berkarya. Salah satu contoh karya Agugn bisa dinikmati di bumi tanpa batas di sini.