Tanggal 7 April 2022, buletin mengejutkan datang dari Negeri Jepang. Dilansir oleh NikkeiAsia, seorang mangaka legendaris berjulukan Fujiko A. Fujio telah meninggal di usia 88 tahun di Kota Kawasaki, dekat Tokyo.
Beberapa orang sempat kebingungan ketika mengetahui bahwa nama Fujiko Fujio rupanya bukanlah satu orang melainkan kerjasama dari dua mangaka. Fujiko Fujio sebenarnya merupakan campuran dari Hiroshi Fujimoto dan Motoo Abiko. Mereka membentuk kerja sama dan menelurkan karya nan sangat melegenda ialah “Doraemon” dan “Ninja Hattori”. Kedua manga nan juga menjadi anime dan menjadi salah satu kenangan kita di masa mini lantaran keduanya dulu selalu ditayangkan pada hari Minggu pagi di salah satu TV swasta.
Kolaborasi keduanya dimulai pada tahun 1951 dan mulai menggunakan nama Fujiko Fujio di tahun 1954. Mereka juga berbagi apartemen dengan mangaka legenda lainnya seperti Osamu Tezuka nan terkenal dengan karyanya “Astro Boy”. Osamu jugalah nan menjadi inspirasi mereka berdua untuk menjadi mangaka. Kolaborasi tersebut akhirnya berhujung pada tahun 1987 dikarenakan Kesehatan Fujiko F. Fujio nan memburuk.
Fujiko A. Fujio berbareng Fujiko F. Fujio
Setelah berpisah, Hiroshi Fujimoto merubah namanya menjadi Fujiko F. Fujio sedangkan Motoo Abiko menjadi Fujiko A. Fujio. Perpisahan tersebut justru memperlihatkan perbedaan style penceritaan mereka berdua. Fujiko F dianggap sebagai Fujio Putih dan Fujiko A dianggap sebagai Fujio hitam. Hal ini terlihat lantaran karya-karya Fujiko F terlihat lebih ceria dan ramah untuk anak-anak sedangkan Fujiko A terlihat lebih kelam dan lebih dewasa.
Jika memandang karya mereka sebagai Fujiko Fujio seperti “Doraemon” maupun “Ninja Hattori”, mereka berdua seakan mempunyai kemiripan dengan kehidupan di masa kecilnya. Seperti dalam sebuah teori sastra dan riwayat hidup nan ditulis oleh Wellek dan Warren bahwa karya terkadang merupakan gambaran dari pengarangnya. Meskipun tidak selamanya mirip dengan kehidupan aslinya lantaran pengarang pun menggunakan topeng di dalam ceritanya.
Kedua cerita dari “Doraemon” dan “Ninja Hattori” sama-sama memasang tokoh anak SD ialah Nobita dan Kenichi nan menjadi korban perundungan juga pemalas dan penakut. Ada kecurigaan bahwa kedua karakter tersebut merupakan gambaran Fujiko Fujio ketika tetap duduk di bangku sekolah. Apalagi dengan adanya kebenaran bahwa perundungan di lingkungan sekolah di Jepang begitu tinggi.
Permasalahannya adalah karakter pemalas dan penakut nan ada di Nobita maupun Kenichi bisa dibilang bertolak belakang dengan karakter orang Jepang nan terkenal gigih, giat dan pemberani. Mereka apalagi tidak bisa hidup berdikari dan selalu berjuntai kepada Doraemon maupun Ninja Hattori ketika ada masalah nan muncul.
Seorang YouTuber berjulukan Shogo membikin sebuah video nan menarik tentang pembahasan bahayanya konsep groupisme di negara Jepang. Hal ini memicu suatu pemikiran bahwa Fujiko Fujio sebenarnya menyadari bahayanya bakal sisi negatif dari groupisme di Jepang.
Hal ini terlihat dari Nobita dan Kenichi selalu dikucilkan oleh teman-temannya lantaran mereka berbeda, baik lantaran lemah secara finansial maupun tidak mempunyai kelebihan dalam kepribadian. Terlebih lagi mereka hidup dengan teman-temannya nan perundung.
Fujiko Fujio mungkin menyadari bahwa kehidupan sosial di Jepang terasa begitu sadis lantaran adanya groupisme. Terutama di video tersebut dijelaskan bahwa kadang orangtua marah dengan anaknya lebih lantaran mereka tidak mau orang-orang memandang anaknya jelek di kalangan masyarakat. Hal itu selalu terlihat ketika ibunya memarahi Nobita alias Kenichi. Fujiko Fujio mungkin bagian dari konsep tersebut di masa kecilnya.
Perbedaan keduanya–Fujiko A dan Fujiko F di karya “Doraemon” maupun “Ninja Hattori” mungkin susah terlihat. Apalagi kedua manga tersebut ditulis berasas satu nama pena. Apakah keduanya memang berbagi cerita alias sebenarnya hanya salah satu dari mereka nan menulis ceritanya.
Jika kita memandang lebih dalam lagi, perbedaan itu bakal terlihat dari manga “Ninja Hattori”. Manga tersebut bisa dibilang merupakan buah karya original dari Fujiko A meskipun dianggap sebagai karya Fujiko Fujio. Apalagi ketika Fujiko Fujio bubar, Fujiko A lah nan meneruskan manga “Ninja Hattori”.
Seperti kita tahu bahwa Ninja Hattori menceritakan tentang seorang ninja berjulukan Hattori nan berkelana ke Tokyo untuk menolong orang nan kesusahan sampai akhirnya dia berjumpa Kenichi. Pertemuan tersebut memberikan tujuan bagi Hattori untuk selalu berbareng Kenichi. Seiring berjalannya waktu, Hattori menyadari bahwa ada ninja lain berjulukan Kemumaki nan mempunyai tujuan berbeda dengan Hattori.
Perlambangan atas groupisme dari Ninja Hattori terlihat ketika Kemumaki dengan logika liciknya membikin Kenichi dikucilkan oleh teman-teman SD-nya. Bahkan ketika mereka berdua berupaya meraih hati Yumeko, terkadang langkah Kemumaki membikin Yumeko menjauhi Kenichi sebagai temannya.
Ciri unik Fujiko A dalam penarasiannya nan menggunakan lawakgelap dan mengkritik kehidupan sosial juga terlihat di manga lainnya nan berjudul “The Laughing Salesman”. Manga ini menceritakan tentang seorang sales misterius nan menawarkan untuk mengisi kekosongan jiwa seseorang. “The Laughing Salesman” dianggap lebih dewasa dan terlihat lebih kelam berbeda dari karya beliau sebelumnya.
Sosok Moguro di manga “The Laughing Salesman” merupakan perlambangan dari karma. Semua perihal nan dilakukan selalu ada konsekuensinya. Kehidupan masyarakat di dalam “The Laughing Salesman” digambarkan begitu erat dengan konsep groupisme. Setiap orang nan mendapatkan penawaran dari Moguro adalah orang-orang nan terasingkan dari kelompoknya, merasa iri dengan kehidupan orang lain alias gairah nan tidak terwujud.
Karya berikutnya adalah “The Monster Kid”. Meski tidak sekelam “The Laughing Salesman”, manga ini tetap terasa lawakgelapnya. Fujiko A menciptakan karakter monster nan berbentuk manusia sebagai tokoh utama berbareng karakter monster dari Barat seperti vampir, monster Frankenstein dan manusia serigala nan dikirim ke Bumi oleh raja Kerajaan Monster. Mereka terkadang kewalahan menghadapi style hidup manusia bumi nan terkadang seperti sindiran lembut dari Fujiko A.
Mungkin karya paling individual dari Fujiko A adalah “Manga Michi” dikarenakan manga tersebut adalah autobiografi dari Fujiko A. “Manga Michi” menceritakan gimana Fujiko A dan Fujiko F berjumpa dan menjalin persahabat hingga menjalin Kerja sama sebagai Fujiko Fujio. Dari “Manga Michi”, pembaca bakal mengetahui perbedaan style pembuatan manga dari mereka berdua sekaligus memandang gimana Jepang hancur lebur Pasca-Perang Dunia II dan bangkit menjadi negara nan kuat.
Karya-karya Fujiko A. Fujio begitu kekal di ingatan sampai sekarang lantaran cerita-ceritanya tetap berangkaian erat dengan problematika saat ini. Mungkin bagi pembaca anak mini membaca “Ninja Hattori” bakal terlihat kocak tapi bagi orang dewasa “Ninja Hattori” justru terasa seperti sindiran terhadap realita sosial dan bisa menjadi media pembelajaran untuk anak-anak.
Manga “The Laughing Salesman” meskipun dibuat nyaris separuh abad nan lampau tapi problematika nan ada di cerita tersebut tetap terasa sampai sekarang. Kita tetap menjumpai dengan problematika nan ada di “The Laughing Salesman” walaupun jaman sudah berubah dan tekhnologi sudah semakin berkembang.
Terimakasih Fujiko A. Fujio nan telah mengisi kehidupan masa mini kita. Karyamu bakal selalu kekal di hati para pembaca.
Karya-karya Fujiko A. Fujio
- Ninja Hattori (1964 – 1971)
- The Monster Kid (1965 – 1969)
- The Laughing Salesman (1968 – 1971)
- Saru the ProGolfer (1974-1980)
- Manga Michi (1977 – 1982)
- Childhood Days (1978 – 1979)
- Ultra B (1984 – 1989)
- Parasol Henbe (1989 – 1991)