Setiap orang tentu mempunyai kampung halamannya. Baik nan tetap menetap maupun nan sudah lama meninggalkannya, bakal selalu ada kisah sebagai pengingat seseorang mengenai kampung laman tersebut, mulai dari menemukan perihal baru, hingga penemuan jati diri nan krusial bagi eksistensi manusia. Singkatnya, itulah concern utama pada movie ‘Onde Mande’.
‘Onde Mande’ merupakan movie drama komedi hasil kerjasama Visinema Pictures dan Gandrvng Films nan disutradarai oleh Paul Fauzan Agusta. Film bernuansa Minangkabau ini dibintangi oleh segudang aktor-aktris kenamaan Indonesia, mulai dari Jose Rizal Manua, Jajang C. Noer, Shenina Cinnamon, hingga Emir Mahira.
Kisahnya sendiri berpusat pada Angku Wan nan baru saja memenangkan undian dari perusahaan sabun dan berencana menggunakannya untuk mensejahterakan kampung halamannya. Akan tetapi, Angku Wan nan tiba-tiba membikin bentrok hadir, baik nan mau memenuhi kemauan terakhir sang almarhum, sampai nan terpaksa meninggalkan kampung laman demi menemui mahir waris sang tetua kampung tersebut.
Dalam menampilkan ceritanya, ‘Onde Mande’ dikemas dalam alur maju nan berkarakter linear. Melalui teknik penceritaan tersebut, movie pengarahan Paul Fauzan Agusta ini hanya bakal mendorong penonton untuk menikmati cerita nan terpampang di layar lebar tanpa mengandalkan komponen storytelling tambahan seperti flashback layaknya beragam movie drama komedi pada umumnya.
Sebagai movie drama komedi, ‘Onde Mande’ nan membawa latar Minangkabau sebagai pusatnya banyak bermain dalam perbincangan sepanjang lama 97 menitnya. Seperti ‘Yowis Ben’ dan ‘Ngeri-Ngeri Sedap’ nan dialognya didominasi oleh bahasa daerah, ‘Onde Mande’ juga mengusung langkah serupa dalam menampilkan dialognya. Terlepas perihal tersebut, menikmati segala dialognya tidaklah menyulitkan penontonnya, apalagi penerapannya membikin nuansa Minang-nya makin terlihat dan pada beberapa momen sukses membangun komedi situasionalnya menjadi lebih mengundang gelak tawa.
Cerita dalam ‘Onde Mande’ sendiri berpusat pada tiga perspektif, ialah dari sisi golongan nan mempunyai niat membangun kampung dengan langkah nan kurang baik, dua remaja nan terpaksa merantau demi mencari sang mahir waris dari almarhum tetua kampung, hingga orang berdarah Minang nan tak mengenal asal-usul orang tuanya namun diminta kembali ke kampung laman nan tak pernah dia sambangi sepanjang hidupnya. Semua perspektif tersebut lampau menyatu dalam kesamaan kampung halaman, mengubahnya menjadi kisah utuh nan wholesome.
Akan tetapi, ceritanya nan sangat grounded tersebut tampak tersia-siakan pada bagian klimaksnya. Demi menyambungkan setiap benang cerita dari perspektif intinya, movie drama komedi dari Visinema Pictures tersebut tak terasa memberikan konklusi nyata. Walau sepertinya penerapan perihal tersebut ditujukan untuk menjadi bahan obrolan para penontonnya, cliffhanger yang disematkan memberikan kesan bahwa journey dari para karakternya belum sepenuhnya tuntas.
Walau tampak diusung dengan budget yang tidak terlalu besar, usungan teknis pada ‘Onde Mande’ tak bisa dipandang sebelah mata. Sinematografi nan banyak bermain dengan wide shot-nya dengan paduan color tone bernuansa cool-nya membangun suasana menyejukkan di tengah chaos konfliknya. Tak hanya itu, scoring yang didominasi oleh ambience alam pedesaan juga membikin latarnya terasa lebih hidup seiring durasinya.
Akhir kata, ‘Onde Mande’ adalah movie drama komedi mengenai kisah beberapa orang nan terikat lantaran eksistensi kampung halaman. Dengan representasi nan sangat membumi, movie pengarahan Paul Fauzan Agusta ini bisa menjadi salah satu movie terbaik tahun ini andaikan tidak membikin ceritanya menggantung.