Peppermint Candy: Potret Moralitas Manusia dan Negara dalam Narasi Alur Mundur

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Nama Lee Chang-dong mungkin tidak setenar Park Chan-wook ataupun Bong Joon-ho nan sama-sama menjadi pionir New Wave Korean Cinema. Film Lee Chang-dong memang condong berkarakter obscure dan hanya bisa dinikmati beberapa kalangan saja. Terhitung filmnya memang tetap sedikit, hanya enam movie dari awal karir beliau di tahun 1997.

Nama Lee Chang-dong mencuat kembali setelah filmnya “Burning” (2018) menjadi pesaing di Palme d’Or Cannes 2018. Film ini mempunyai konsep alur nan nyaris mirip dengan movie “Memento” (2000) nan juga rilis di tahun nan berbarengan ialah alur mundur.

Diawali dengan kisah tragis diikuti dengan pertanyaan moralitas

Film “Peppermint Candy” dibuka dengan segmen nan bisa diasumsikan bahwa tokoh utamanya, Kim Yong-ho bunuh diri menerjang kereta. Setelah itu cerita mundur ke belakang untuk menyelami kehidupan Yong-ho dari 3 hari sebelum tindakan bunuh dirinya hingga 20 tahun sebelumnya.

Setiap dimulai momen krusial penceritaan Yong-ho biasanya dimulai dengan segmen kereta nan diperlihatkan melangkah mundur komplit dengan info latar tahun penceritaan. Total terdapat tujuh sesi penceritaan nan membikin penonton bakal semakin mempertanyakan moralitas karakter Yong-ho. Tak jarang penonton bakal merasa muak dan tidak mempunyai simpati terhadap karakter Yong-ho.

Pada akhirnya penonton merasa tindakan Yong-ho di awal cerita merupakan kulminasi kejahatan dan dosanya. Di sinilah Lee Chang-dong sangat piawai dalam memainkan emosi penonton lewat garapan naskahnya, terutama pengembangan karakter Lee Chang-dong.

Alur mundur sebagai penguatan karakter

Tema movie “Peppermint Candy” adalah waktu dan kenangan. Dibuka dengan segmen Yong-ho melakukan praktik bunuh diri dengan diterjang kereta seraya berteriak “I am going back” dari situlah terlihat movie ini bakal dibawa kemana arahnya, kembali ke belakang.

Waktu dan kenangan disuguhkan Chang-dong diawali dengan Teknik leitmotif rel kereta komplit dengan musik mendayu dan jalan nan mundur. Hal ini seperti penegasan dari Chang-dong bahwa hidup seperti halnya kereta nan hanya melangkah lurus dan tidak bisa mundur. Segala keputusan nan kita ambil tidak bisa lagi kita ulang. Dengan diperlihatkan jalan kereta tersebut mundur untuk memberi tanda kepada penonton bahwa setelah ini bakal diperlihatkan kehidupan Chang-dong sebelumnya.

Mundurnya alur selain menelusuri perjalanan hidup Yong-ho secara mundur, perihal ini juga untuk penguatan karakter Yong-ho. Semakin mundur alur semakin penonton tahu gimana peringai Yong-ho sebenarnya. Sama seperti cerita detektif ketika akhirnya menginjak akhir cerita semua kepingan-kepingan tersebut akhirnya terajut menjadi satu cerita nan utuh.

Sol Kyung-gu mewujudkan karakter Yong-ho memang sangat menawan. Pendekatan Kyung-gu terhadap karakter Yong-ho secara psikologis dan bentuk membuatnya kudu bisa memberikan karakter pengusaha ramah, polisi nan sadis hingga akhirnya manusia nan begitu depresif hingga berteriak penuh kesakitan. Meski begitu Kyung-gu tetap bisa menampilkan misteri dalam karakter Yong-ho; tindakan-tindakan nan tidak terprediksi entah dalam perihal kebaikan maupun kebengisannya.

Pengambilan gambar di movie “Peppermint Candy” memang lebih mempertegas bahwa kita sedang mengawasi dan mengintip keseharian Yong-ho. Kamera di “Peppermint Candy” lebih sering berkarakter tetap dan tidak menunjukkan angle nan rumit. Semua itu agar kita betul-betul konsentrasi memandang apa nan dilakukan oleh Yong-ho ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Potret sejarah krusial di Korea Selatan

Selain mirip dengan “Memento”, movie “Peppermint Candy” juga mempunyai kemiripan dengan movie “Forrest Gump” (1994) lantaran sama-sama menampilkan kejadian berhistoris selaras dengan karakter filmnya. Yongho mewakili rakyat Korea Selatan, degradasi dan keputusasaannya mencerminkan perjuangan panjang negara itu untuk mencapai demokrasi.

Ketika Yong-ho mengikuti wajib militer di tahun 1980. Momen tersebut bertepatan dengan Pergerakan Demokrasi Gwangju nan berujung pada kejadian Pembantaian Gwangju nan menewaskan nyaris 200 orang. Kejadian tersebut secara tidak langsung menjadi titik kembali kepribadian Yong-ho berikutnya.

Masih di tahun 80an, Yong-ho berubah menjadi pribadi polisi nan sadis dan sadis dalam menginterogasi tersangka. Tahun 80an di dalam movie “Peppermint Candy” seperti alegori kekejaman presiden di kala itu, Chun Doo-hwan. Hingga akhirnya Yong-ho keluar dari polisi dan menjadi pengusaha.

Film “Peppermint Candy” merupakan salah satu movie untuk memahami pergerakan New Wave Korean Cinema. Lee Chang-dong secara tidak langsung menciptakan struktur narasi modern di dalam “Peppermint Candy”. Tidak hanya menampilkan alur mundur semata tapi juga didukung oleh apiknya performa Sol Kung-gyu dalam menciptakan karakter Yong-ho.