Plus & Minus MCU Phase 4

Sedang Trending 10 bulan yang lalu

“Black Panther: Wakanda Forever” akhirnya rilis dan sedang trending pekan ini. Dengan begini, Marvel Cinematic Universe Phase 4 telah berakhir. Marvel Studios menyajikan Phase 4 dengan langkah nan berbeda dari fase-fase sebelumnya.

Kesuksesan MCU Phase 3 telah menciptakan ekspektasi tinggi pada fans Marvel secara umum. Semakin ambius dan berupaya memanjakan fans dengan banyak konten, mungkin pada titik ini Marvel Studios tampaknya berupaya terlalu keras dan telah membikin kita semua kelelahan.

MCU Phase 4 disebut-sebut sebagai fase terburuk dalam sejarah MCU. Dilansir dari Screen Rant, Kevin Feige menyatakan bahwa Ia setuju dengan kritik bakal MCU Phase 4 nan berantakan. Sementara CBR menyebut bahwa Phase 4 mengecewakan. Bagi kita fans MCU nan berkutat di klub alias forum unik pembahasan MCU, pasti juga menemukan komentar-komentar negatif.

Meski tetap banyak juga nan menikmati sajikan MCU Phase 4 dengan suka cita. Lantas, apa betul Phase 4 adalah fase terburuk dalam sejarah MCU?

Banyak superhero baru, namun tidak dipromosikan secara maksimal

Phase 4 menghadirkan cukup banyak superhero terbaru melalui movie dan serial. Mulai dari “Eternals”, serial “Hawkeye” sebagai umpan untuk memperkenalkan Kate Bishop, Shang-Chi, “Moon Knight”, “Ms. Marvel”, hingga “She-Hulk”.

 Endgame

Mungkin banyak dari fans MCU tetap mengalami syndrome penolakan bakal perihal baru. Avengers merupakan unit superhero dengan susunan paling sempurna dalam sejarah MCU. Post Endgame sudah seperti situasi pasca perang dalam semesta Marvel. Kebanyakan karakter Avengers sekarang sudah pensiun, baik dengan akhir nan tragis maupun bahagia.

Namun, Marvel Studios belum berakhir dan memerlukan lineup superhero baru. Meski tetap melanjutkan project turunan dari fase sebelumnya, kita juga mulai diperkenalkan dengan karakter-karakter baru. Sayang saja, format produksi konten MCU fase ini menjadi format nan overwhelming dan tidak memberikan perlakukan spesial pada setiap superheronya.

Contohnya saja “Loki” Finale pada 14 Juli 2021, satu pekan dengan perilisan “Black Widow” pada 9 Juli 2021. Kemudian tahun ini, “Doctor Strange into the Multiverse of Madness” pada 6 Mei, berdekatan dengan “Moon Knight” Finale pada 4 Mei.

Ketika Marvel berpikir bahwa semakin banyak konten, maka semakin baik, model perilisan ini justru berhujung memberikan akibat nan tidak solid pada setiap titel nan mereka rilis secara bertubi-tubi. Setiap konten di bawah naungan nan sama seakan berkompetisi untuk mendapatkan perhatian penonton. Ada nan berhasil, namun tak sedikit nan berhujung diremehkan lepas dari kualitas konten nan sebetulnya tetap menghibur. Fenomena ini semoga saja menyadarkan Marvel Studios bahwa pada akhirnya kualitas lebih unggul dari pada kuantitas.

Tidak merangkai koneksi, hanya menyajikan cameo sebagai fan service

The Avengers mempunyai kunci sukses lebih dari sekadar komoditi mainstream seperti lagu pop nan sudah pasti diterima penggemarnya. MCU Phase 3 merupakan fase terbaik dan berkesan lantaran hubungan nan diciptakan dari setiap proyek film. Lengkap dengan perkenalan karakter, bersambung pada hubungan nan menjadi awal dari pembentukan super tim, The Avengers. Cross over nan terjadi mempunyai makna dan kesinambungan nan memengaruhi cerita pada core-nya.

Howard Stark muncul dalam arch-story Captain America, kemudian di masa depan Tony Stark, anak Howard, tergabung dalam Avengers berbareng Steve Rogers. Bagaimana setiap movie disatukan dengan Infinity Stones menuju event Infinity War dan Endgame. Memang klise dan sederhana, namun konsentrasi dan menyajikan intermezo dengan eksekusi rapi serta klimaks nan berkesan dalam skala besar.

mcu phase 5

MCU Phase 4 tidak menghadirkan hubungan nan serupa. Kita mungkin memandang Wong selalu muncul di setiap movie dan serial. Sudah seperti menggantikan cameo mendiang Stan Lee saja. Kemudian Daredevil dalam “She-Hulk” hingga Captain Marvel dalam “Ms. Marvel”. Sama seperti Stan Lee, mereka semua hanya tampil sebagai cameo.

Menimbulkan ‘wow’ moment untuk beberapa saat saja, namun tidak membangun prinsip nan mempengaruhi cerita pada core-nya. Berakhir sebagai fans service bagi fans Marvel.

Cinema vs. Konten

“WandaVision” menjadi serial pembuka Phase 4 nan menimbulkan optimisme pada penggemar. Begitu pula dengan “Loki” sebagai serial tersukses MCU nan bakal segera mendapatkan season keduanya.

Loki

MCU mulai melebarkan sayap ke platform streaming nan memang semakin terkenal pada era 2020-an. Semua movie franchise besar sekarang mulai merambat ke skena serial. Lihat saja ‘The Lord of the Rings’ dan ‘Star Wars’. Dengan begini, MCU sudah tidak lagi menjadi bagian dari cinema saja, namun sudah merambat sebagai konten massal. Namun seiring berjalannya waktu, kita mulai merasa bahwa kebanjiran konten hanya bikin lelah.

Pada Oktober 2019, sutradara Martin Scorsese membikin pernyataan kontroversial dengan menyebut; movie Marvel bukan cinema, dalam wawancara dengan Empire. Ia menyamakan MCU dengan taman hiburan, nan kemudian menciptakan julukan movie Marvel sebagai theme park movie. Mengingat kata-kata dari Scorsese, mungkin MCU sekarang memang patut disebut sebagai theme park, dipenuhi oleh banyak konten ibaratkan wahana nan memberikan aliran dan cita rasa nan berbeda.

“WandaVision” dengan eksekusi ala sitkom, breaking the fourth wall, serta skenario hero to villain. Kemudian ada serial paling depresif dalam MCU, “Moon Knight”. Sementara “Ms. Marvel” kental dengan vibe ala Gen Z serta representasi kaum minoritas. Kemudian ada “Thor: Love and Thunder” nan terlalu banyak komedi dan ‘Wakanda Forever’ nan serius dan menjadi arena berkabung. Dan tetap banyak lagi, setiap titel dalam MCU Phase 4 mempunyai pola dan vibes nan berbeda satu sama lain.

Bagaimana langkah menikmati MCU Phase sebagai asupan hiburan?

Apakah Phase 4 sudah tidak tertolong dan betul-betul era penuh dengan ‘sampah’ nan tak layak untuk dinikmati? Kuncinya ada pada perspektif nan kita terapkan dalam menghadapi fase ini.

Pertama, kita kudu bisa move on dari MCU Phase 3. Koneksi dan kesinambungan nan kohesif pada Phase 3 secara tidak langsung menciptakan tradisi bagi fans Marvel; mengikuti semua movie Marvel untuk bisa menikmati babak puncak. Jika kita menerapkan perihal tersebut pada Phase 4, dijamin nan ada bikin capek.

Kedua, dengan dasar poin pertama, jangan merasa terikat dengan semua konten nan disajikan oleh MCU Phase 4. Seperti ada tanggungjawab untuk menonton semuanya untuk memahami fase secara keseluruhan. Hingga titik ini, kita bisa memandang gimana beberapa titel mempunyai konfliknya masing-masing, dengan villain nan tidak saling berkaitan. Tinggalkan rasa tanggungjawab untuk menelan semua titel nan sedang trending. Jika tidak tertarik dengan “Thor: Love and Thunder” dan “She-Hulk”, maka tak perlu ditonton. Jika menyukai “Moon Knight” jangan mempunyai ekspektasi nan sama untuk “Ms. Marvel”.

Ketiga, nikmati setiap titel nan menarik perhatian kita sebagai titel solo. Tidak perlu berpikir terlalu keras dan mempertanyakan kemana semuanya bakal membentuk hubungan seperti pada Phase 3.

Bersama-sama, semua movie dan serial dalam MCU Phase 4 mungkin terlihat berantakan. Padahal jika dinikmati sebagai titel solo, setiap project tetap menampilkan kualitas nan bisa diterima. Menyenangkan sekaligus melelahkan, itulah konklusi paling tepat untuk mendefinisikan MCU Phase 4.