“The Idol” merupakan serial produksi HBO nan tengah dilanda kontroversi, sejak proses produksi hingga akhirnya dirilis dan sekarang sudah mencapai bagian terakhir.
Serial drama baru ini menampilkan Lily-Rose Depp dan Abel Tesfaye (alias The Weeknd), disutradarai oleh Sam Levinson nan juga sebelumnya menjadi pembuat serial sukses HBO, “Euphoria”. “The Idol” tayang perdana di Cannes Film Festival pada Mei lampau dan menuai respon beragam.
Meskipun diberitakan mendapatkan standing ovation selama lima menit setelah pemutarannya, para kritikus media lebih banyak nan mencela serial ini. Menyebutnya sebagai drama dengan aplikasi konten pornografi nan tidak wajar dan membosankan.
“The Idol” sendiri mengisahkan perjalanan seorang popstar berjulukan Jocelyn nan diperankan oleh Lily-Rose Depp. Ia sedang bersiap kembali berkarir di atas panggung dan merilis single terbaru setelah hiatus lantaran masalah kesehatan mental. Belum pulih total secara mental, Jocelyn justru berjumpa dengan Tedros (Abel Tesfaye). Tedros mempunyai klub malam di Los Angeles. Bukan klub malam biasa, Tedros semacam mempunyai sekte modern beranggotanya orang-orang berbakat nan sedang tersesat dalam mencari kesempatan berkarir di bumi hiburan.
Serial ini awalnya mengumumkan dramanya sebagai sajian komentar satir kontroversial tentang pemanfaatan talenta di bumi intermezo oleh pihak-pihak nan manipulatif. Namun semakin berjalannya bagian dan kita menyimak serial ini. “The Idol” ironisnya telah menjelmah sebagai project serial nan semestinya mereka kritisi.
Jadi, seburuk apa serial “The Idol”? Berikut analisa poin-poin kelebihan dan kekurangan dalam serial tentang bumi gelap kehidupan popstar wanita di LA.
Minus: Episode Pilot
Serial HBO kebanyakan mempunyai bagian pilot nan sukses lantaran sukses memikat penontonnya. Episode pilot sudah seperti materi pitching bagi titel nan sedang dipertontonkan. Seberapa menarik premisnya, sekuat apa karisma protagonisnya? Lihat saja bagian pilot “House of the Dragon” dan “The Last of Us”. Episode pilot “The Idol” juga terlihat berupaya membikin penonton tertarik dengan serialnya, namun dengan strategi nan salah.
Salah satu kesalahan bagian perdana serial ini adalah memperkenalkan karakter nan diperankan oleh idol sungguhan, Jennie nan berkedudukan sebagai penari latar berjulukan Dyanne. Ketika Lily-Rose tetap berusah menyakinkan penonton bahwa dia ‘The Idol’-nya dalam serial ini, dia kudu disandingkan dengan Jennie nan mempunyai pesona pujaan alami sebagai member Blackpink dengan fanbase girlband K-Pop terbesar. Ini seperti meng-cast Tom Cruise sebagai figuran dalam movie laga.
Plus: Penampilan Lily-Rose Depp di Episode 2
Sebetulnya, bagian pilot segmen pembuka sempat memberikan harapan. Adegan dimana Jocelyn melakukan pengambilan gambar dan latihan menari, sementara orang-orang nan menjadi bagian dalam management-nya membicarakan Jocelyn di belakangnya. Kekacauan dan urgensi dalam babak tersebut sudah cukup. Namun tak butuh lama untuk berhujung dan memberikan sisa bagian pilot nan payah.
Setelah penonton mulai kehilangan ketertarikan, serial ini kembali dengan Episode 2 nan mengejutkan. Satu lagi segmen nan lebih bagus bakal kita temukan dalam bagian ini, ialah ketika Jocelyn melakukan sesi syuting video klip single-nya. Sekuen segmen tersebut menjadi showcase akting terbaik Lily-Rose Depp dalam serial ini.
Dari sini bisa ditarik kesimpulan, bahwa “The Idol” sebetulnya mempunyai potensi sebagai tontonan menarik jika betul-betul memaksimalkan segmen nan berasosiasi dengan aktifitas seorang popstar. Sayangnya, justru bukan materi tersebut nan mendominasi sebagaian besar lama serial ini.
Minus: Keterlibatan Abel Tesfaye sebagai Aktor dan Penulis nan Dipertanyakan
Ada banyak musisi sungguhan nan terlibat dalam serial tentang industri musik ini, salah satu headliner-nya semenjak “The Idol” diumumkan adalah Abel Tesfaye namalain The Weeknd. Tak hanya menjadi salah satu bintang utama, dia juga berasosiasi dengan Sam Levinson sebagai penulis naskah. Kabar ini sempat menjadi percikan pertama dari kontroversi dalam proses produksi serial ini.
Dilansir dari Rolling Stone, setelah serial telah 80 persen dalam proses produksi, pergantian sutradara terjadi. Amy Seimetz nan awalnya menjadi sutradara akhirnya hengkang dari tim produksi lantaran merasa ada perbedaan visi kreatifitas dalam mengembangkan naskah.
Tesfaye mulai melibatkan diri dalam pengembangan naskah lantaran komplain nan aneh, ialah terlalu banyak ‘perspektif perempuan’ dalam serial ini, padahal “The Idol” memang serial tentang popstar wanita dengan protagonis perempuan.
Tak hanya menodai naskah, penampilan akting Abel Tesfaye rupanya tidak bagus, apalagi di bawah rata-rata sebagai serial sekelas HBO. Penampilannya sebagai Tedros bukannya mengintimindasi pada titik ini, melainkan jadi bahan pergunjingan di media sebagai lelucon lantaran perbincangan dan segmen nan cringe.
Minus: Menggunakan Jennie Kim sebagai Clout Instan
Tak bisa dipungkiri bahwa “The Idol” tetap menimbulkan antusiasme tinggi di media (meski dengan beragam kontroversi sebelum perilisan) lantaran kehadiran Jennie Kim dalam deretan cast. Perhatian instan sukses dicapai oleh tim marketing dengan memandang respon media pada Cannes 2023 kemarin. Dimana Jennie sebagai aktris pendukung lebih banyak mendapat permohonan foto press daripada Lily-Rose Depp nan menjadi bintang utamanya.
Sepanjang lima bagian “The Idol”, Jennie padahal hanya mempunyai screen time nan minim. Bahkan tetap kalah lama dengan Troye Sivan nan juga musisi terkenal nan bermain dalam serial ini. Bukannya menyatakan penampilan Jennie tidak bagus, namun serial ini apalagi tidak memberikan porsi nan cukup untuk Jennie menampilkan debut akting nan solid. Hanya seperti 5 persen pemanis dari 95 persen lama bagian nan terlalu payah untuk dinikmati.
Ini berbeda ketika “Swarm” oleh Donlad Glover menghadirkan Billie Eillish nan memikat di serial thriller miliknya tersebut (yang juga tetap berasosiasi dengan industri hiburan). Popstar muda tersebut tidak dijadikan selling point selama masa promosi, namun penampilannya dalam satu bagian nan solid sendiri nan memang menampilkan potensi akting Billie Ellish secara maksimal.
Plus: Troye Sivan, Rachel Sennott, dan Da’Vine Joy Randolph
Selain penampilan akting Lily-Rose Depp nan sebetulnya bagus, ada pula beberapa tokoh dalam cast “The Idol” nan mengeksekusi akting dengan layak. Rachel Sennott, aktris muda nan sedang naik daun ini memang punya rapor akting nan memuaskan melalui penampilannya dalam “Shiva Baby” dan “Bodies Bodies Bodies”. Dalam serial ini, dia berkedudukan sebagai Leia, asisten pribadi Jocelyn.
Troye Sivan sebagai Xander juga memberikan penampilan akting nan bersanding dengan aktor-aktor lainnya. Dalam beberapa adegan, dia memberikan penampilan emosional nan sudah maksimal. Kemudian Da’Vine Joy Randolph sebagai Destiny juga memberikan screen presence nan berkesan.
Minus: Eksploitasi Konten Pornografi dan Initisari Per Episode nan Tidak Jelas
Masih tidak lenyap pikir gimana media utama seperti HBO setuju untuk menayangkan “The Idol”. Begitu pula keterlibatan studio produksi sepopuler A24, studio nan selama ini dipercaya sebagai rumah produksi kurator terbaik. Kemungkinan besar kembali pada poin perubahan drastis setelah 80 persen berjalanannya produksi nan sudah kita bahas. Poin paling dipermasalahkan dari serial ini adalah pemanfaatan konten pornografinya.
Netizen dan media tidak melebih-lebihkan ketika mereka mengungkapkan rasa muak bakal porsi konten visual dewasa nan overwhelming dalam setiap bagian “The Idol”. Mulai dari pengarahan segmen hingga pilihan busana Jocelyn nan berlebihan seksi-nya. Belum lagi aktor-aktor nan tampil bugil dalam situasi nan random. Serial ini mau terlihat sensual namun jatuhnya jadi seronok.
Akhirnya setiap bagian tidak jelas juga intisarinya apa. Tak jelas agenda apa nan hendak disampaikan, lantaran terlalu banyak adegan-adegan kosong nan tidak jelas, hanya eksplotasi segmen dewasa dan kekacauan mental Jocelyn tanpa solusi.
Minus: Editing nan Kasar
“The Idol” mempunyai kualitas sinematografi nan cukup mirip dengan “Euphoria”, namun membosankan. Karena setidaknya serial remaja nan dibintangi oleh Zendaya tersebut tetap memperlihatkan kreatifitas editing dan pilihan filter warna nan vibrant dalam kesuraman temanya.
Sementara serial satu ini mempunyai aplikasi editing nan sangat dipertanyakan. Transisi dari satu segmen ke adegannya lainnya mengalami lompatan nan sangat kasar. Terlalu banyak pemotongan hanya dalam kurun lama beberapa detik. Selain membikin penonton pusing, intensitas dan suspense pada segmen tertentu jadi kurang maksimal.
Kesimpulan: Lebih banyak kekurangannya daripada kelebihannya, “The Idol” menjadi serial HBO tergagal periode ini setelah serial animasi “Velma”. Sebagai serial nan sedang trending saat ini, serial Sam Levinson ini trending untuk argumen nan memalukan. Ketika orang berbincang tentang seberapa buruknya serial ini, pendapat tersebut sangat susah untuk ditentang setelah kita menjabarkan poin-poin di atas; “The Idol” memang serial nan seburuk itu.