“Pulp Fiction” (1994) terkenal sebagai movie terbaik dari sutradara Quentin Tarantino. Berlatar di bumi pidana di Los Angeles; mulai dari seorang mafia dengan istrinya, duo pembunuh bayaran, pasangan perampok, hingga petinju dengan kekasihnya. Setiap karakter terjalin dalam satu sekuen kisah tentang kekerasan, balas dendam, hingga penebusan.
Film ini juga bertabur oleh bintang-bintang ikonik dari a-list klasik. Mulai dari John Travolta, Samuel L. Jackson, Uma Thurman, Bruce Willis, Ving Rhames, Tim Roth, Christopher Walken, dan Quentin Tarantino nan juga berakting dalam filmnya sendiri.
Pada titik ini, mungkin banyak dari kita memandang “Pulp Fiction” sebagai must watch classic nan overrated, apalagi sebelum menonton. Padahal movie Tarantino satu ini memang mempunyai banyak aspek terbaik sebagai movie laga klasik terbaik. “Pulp Fiction” akhirnya juga tersedia di Netflix untuk di-streaming. Ini saat nan tepat untuk menonton “Pulp Fiction” buat kita nan mengaku penikmat movie sejati.
Mengapa Plot Pulp Fiction Tidak Kronologis?
Presentasi plot nan tidak kronologis menjadi salah satu nan ikonik dari “Pulp Fiction”. Film ini terdiri dari beberapa bagian cerita nan disajikan secara tidak urut, ditambah dengan prolog dan epilog. Bukan sekadar keren-kerenan alias berupaya terlalu keras untuk tampil unik, Tarantino mempunyai argumen kuat untuk presentasi plot demikian.
“Pulp Fiction” bukan kisah nan menarik jika disajikan secara linear, lantaran setiap karakter dalam movie ini hendak dipresentasikan sebagai karakter nan seimbang secara moral dan status di mata penonton. Tidak ada protagonis nan selalu jadi pahlawan nan dijagokan.
Tidak semua antagonis adalah penjahat tanpa ampun, ada saatnya mereka juga tampil sebagai korban nan dipermalukan. Ini menjadi salah satu daya tarik besar dari “Pulp Fiction”. Karena argumen tersebut, eksekusi plot nan tidak urut dalam “Pulp Fiction” menjadi pilihan nan tepat.
Tujuan movie laga komedi ini tidak untuk menyajikan perkembangan cerita alias mengejutkan penonton dengan plot twist. Namun gimana kita mengenal dan mengawasi setiap karakter dalam kisah masing-masing.
Penampilan Akor Terbaik dan Penulisan Naskah Cerdas
Naskah “Pulp Fiction” tak bakal sukses tanpa penampilan akting setiap karakter nan on point. Salah satu kunci kesuksesan pada movie ini adalah level penampilan setiap tokoh nan sama rata. Baik ketika memandang Samuel L. Jackson alias Bruce Willis, keduanya tampil dengan baik sesuai dengan porsi karakter mereka.
Begitu juga dengan aktor/aktris lainnya nan mempunyai peran krusial dalam setiap bagian cerita. Baik sebagai karakter utama alias pendukung. Karena tanpa kualitas nan sama rata, kembali lagi penonton hanya bakal berpihak pada satu karakter nan paling menonjol.
“Pulp Fiction” bisa dikategorikan sebagai salah satu movie laga dengan porsi perbincangan nan padat. Setiap perbincangan nan dilontarkan karakter hingga perbincangan biasa di antara mereka sangat menarik untuk disimak. Baik perbincangan serius tentang moral, alias sekadar lelucon dan omong kosong nan mereka lontarkan. Kita juga bisa memperhatikan intipati cerita tentang kekerasan dan pelunasan ini melalui setiap perbincangan dari karakter.
Drama Laga Tentang Kejahatan Sekaligus Penebusan
Yang membikin “Pulp Fiction” menjadi movie drama laga berarti adalah intisarinya; kejahatan dan penebusan. Film Quentin Tarantino terkenal dengan konten kekerasannya nan sadis serta dialognya dengan sumpah serapa nan kasar.
Menonton movie laga seperti ini identik dengan keseruan memandang hal-hal tidak beradab dalam semesta fiksi sebagai pelampiasan. Namun ada nan berbeda dari movie Tarantino satu ini. Meski tetap mengandung beragam segmen tidak beradab nan brutal, kita sebagai penonton bakal memandang gimana langkah kerja moralitas apalagi di bumi kriminal.
Bahwa ada pemaafan apalagi dalam kegelapan, serta ada karma bagi mereka nan tidak pernah puas. Meski materi mendalam tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit, keseruaan justru pada gimana kita sebagai penonton mengawasi dan menarik konklusi setelah menonton “Pulp Fiction”.
Masih banyak detail-detail menarik dalam naskah “Pulp Fiction” nan sangat menarik untuk dianalisa. Itu kenapa “Pulp Fiction” adalah cult classic nan tetap tidak bakal pernah ada habisnya bagi para penikmat movie klasik.