Sissy: Horor Satir Mengkritisi Budaya Influencer, Queer, dan Perundungan

Sedang Trending 4 minggu yang lalu

“Sissy” adalah film indie horror asal Australia pengarahan sutradara Hannah Barlow dan Kane Senes. Awalnya tayang di platform streaming horor, Shudder (yang tidak tersedia di Indonesia), sekarang sudah bisa kita tonton di KlikFilm.

Dibintangi oleh Aisha Dee, dia berkedudukan sebagai influencer berjulukan Cecilia. Suatu hari, dia berjumpa dengan sahabat masa kecilnya, Emma nan sudah bertukar cincin dengan kekasih wanita. Dalam rangka reuni (dan pengaruhi minuman alkohol), Emma pun mengundang Cecilia untuk liburan bersama. Ketika beripikir ini bisa menjadi kesempatan untuk menjalin pertemanan kembali, trauma masa mini menghantam di situasi nan tidak terduga.

“Sissy” kental dengan aliran psychological horror dan komedi satir. Nuansa indie-nya sangat terlihat dalam keseluruhan produksi, dimana sutradara tidak takut merangkul trik-trik seram ‘murahan’ nan akhirnya memberikan karakter tersendiri. Ini tipikal hidden gems horror nan sayang untuk dilewatkan oleh fans genrenya.

Sissy

Cecilia, Si Influencer Self-Care dengan Trauma Masa Kecil

Aisha Dee bermain peran sebagai Cecilia, seorang influencer dengan konten self-love dan self-care. Ironisnya, sebagai mental health guru, Cecilia sebetulnya juga mempunyai masalah mental sendiri. Ia tidak terlihat mempunyai style hidup nan sehat dan terisolasi dari hubungan sosial. Ia juga mempunyai trauma masa mini nan rupanya tetap sangat membekas dalam psikisnya. Ini saja sudah menjadi materi satir nan menyindir budaya ‘influencer‘ masa kini.

“Sissy” sempat memberikan dugaan bahwa ini bakal menjadi movie seram internet. Namun peran internet dan sosial media dalam movie ini rupanya tidak bakal terlalu menjadi tema utama. Plot lebih terlihat seperti ilmu jiwa seram dengan komponen splatter dalam sekuen kesialan dan “insiden”.

Bintang utama dari movie ini memang Aisha Dee. Ia bisa tampil sebagai sosok nan rapuh, kikuk, dan tidak tertebak, dimana bisa sangat menakutkan. Penokohan dalam skenarionya juga cukup membikin kita dilema (in a good way). Ia jelas bukan karakter nan sempurna secara moral, tapi juga mempunyai argumen untuk kita dukung sekalipun tidak wajar.

Sissy

Horor Satir Mengkritik Influencer, Queer, dan Kompleksitas Perundungan

“Sissy” adalah arti dari queer horror. Penggunaan atribut dan simbol Pride nan berlebihan lebih terlihat sebagai sindiran daripada representasi. Adapula karakter LGBT dengan steriotipikal nan terlihat komedi dan dilebih-lebihkan. Namun komponen queer nan diselipkan melalui visual hingga dialog-dialog filler jadi memberikan cita rasa satir. Daripada sekadar omong kosong nan dragging pada adegan-adegan santai.

Dalam skenarionya, adapula percakapan seputar influencer nan sangat pedas kritiknya. Mulai indikasi merendahkan pekerjaan influencer, terutama nan menyajikan konten tanpa background profesional. Contohnya saja Cecilia nan mengaku memberikan pertolongan bagi audience dengan masalah kesehatan mental, padahal dia sendiri sama sekali tidak mempunyai lisensi sebagai psikolog.

Salah satu topik paling kuat nan mengendarai plot adalah trauma masa kecil, perundungan, dan pengkhianatan sahabat. Ada kompleksitas dari arti ‘perundungan’ antara karakter Cecilia dan Alex, nan nantinya muncul sebaga antagonis. Kisah Alex dan karakter lainnya juga diperlihatkan ironi dan karmanya. Akhirnya terlihat seperti comedy tragedy nan sebetulnya dipicu oleh kebusukan karakter mereka sendiri.

Kemasan Komedi Horor nan Quirky, Diisi Sekuen Kematian Sadis

“Sissy” dalam segi plot horornya mempunyai eksekusi splatter horror. Dimana semua karakter berpiknik di wilayah terpencil, kemudian sekuen kesialan dan “insiden” mulai terjadi. Semakin berjalanannya film, semakin sadis hingga mendekati babak terakhir. Trik seram nan disajikan merupakan trik lama; mulai dari jumpscare, segmen kucing-kucingan, hingga adegan-adegan kejadian nan dieksekusi satu per satu.

“Sissy” termasuk movie splatter nan sadis. Ada banyak segmen kematian nan sadis dan bikin merinding, diracik dengan perincian untuk meninggalkan kesan pada penontonnya.

Kurang lebih “Sissy” mempunyai vibe seram satir seperti “Bodies Bodies Bodies” dari A24. “Sissy” juga mempunyai aplikasi sinematogarfi dan angle kamera nan cukup unik. Beberapa segmen terlihat offbeat dan quirky. Kemudian ada emosi janggal ketika pengarahan musik nan ceria dipadukan dengan visual nan disturbing. Tidak cocok, namun kejanggal tersebut justru sukses membikin penonton semakin merasa tidak nyaman. Secara keseluruhan, “Sissy” adalah film queer horror nan menambah jejeran movie terbaik dalam tema seram nan tetap niche ini.