Techno Brothers Review: Komedi Ironi Unit Techno Bersaudara Eksentrik

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

“Techno Brothers” merupakan movie drama komedi nan sedang tayang di JFF+ Independent Cinema 2023. Film Jepang karya sutradara Watanabe Hirobumi ini dibintangi oleh Yanagi Asuna sebagai manajer berhati dingin, Himuro dan unit techno berkerabat misterius berjulukan Techno Brothers.

Tak hanya sebagai sutradara, Hirobumi juga berkedudukan sebagai salah satu member Techno Brothers berbareng kerabat kandungnya, Yuji serta satu lagi aktor, Kurosaki Takanori. Himuro percaya bahwa trio jenius musik di bawah naungannya setara dengan legenda musik seperti Bach, Mozart, Beethoven, The Beatles, Miles Davis, dan Bob Dylan. Namun, tampaknya tidak ada nan memahami musik trio techno ini di kampung laman mereka, Otawara.

Dengan modal seadanya, Himuro berkeinginan untuk mengorbitkan trio techno-nya ke Tokyo. Mereka berempat, berbareng seorang supir akhirnya melakukan roadtrip ke Tokyo, sembari menghadiri beberapa gigs di sepanjang perjalanan. Hirobumi menyatakan bahwa “Techno Brothers” terinspirasi dari movie “The Blues Brothers” (1980),”Leningrad Cowboys Go America (1989), serta unit techno asal Jerman, Kraftwerk nan jelas terlihat dari style berbusana Techno Brothers dan Himuro.

Techno Brothers

Perjalanan Offbeat Techno Brothers dan Manajer Himuro Meninggalkan Otawara

“Techno Brothers” terangkai dari 13 chapter pendek sepanjang 97 menit lama film. Mulai dari upaya pitching pertama, dengan beragam pemberhentian, tragedi, dan penampilan musik techno dari unit titular.

Ketika orang-orang di kampung laman tidak ada nan memahami musik mereka, Himuro mendapatkan saran untuk mengorbitkan unitnya di Tokyo. Semenjak itu, tekad sang manajer pun bulat; mengeksploitasi Techno Brother menuju kesuksesan di Tokyo. Namun tampaknya selalu ada halangan nan membikin Himuro dan unit techno-nya terjebak di Otawara. Mulai dari kesempatan lomba, panggilan tampil, hingga tragedi nan tidak direncanakan. Sebetulnya “Techno Brothers” mempunyai plot nan repetitif; Techno Brothers tampil, penonton bosan, Himuro dapat bayaran, Himuro menikmati uangnya sementara member unit hanya minum air keran dan berbagi bilik hotel nan sesak.

Chapter pembuka dari movie ini lucunya dapat, hingga akhirnya kita mulai memahami pola lawakyang hendak diaplikasikan dari eksistensi Techno Brothers. Ide bahwa musik mereka mungkin terdengar catchy dan banger untuk kita pencinta techno, namun sama sekali tidak tersampaikan kepada penonton umum di Otawara.

Para fans techno nan menonton movie ini mungkin tak bisa menolak untuk menganggukan kepala mengikuti irama, beberapa komposisi apalagi betul-betul mengundang. Namun hanya disambut dengan raut wajah bingung apalagi penolakan bagi penonton dalam film.

Meski repetitif, memasuki chapter pertengahan ada beberapa bentrok dan pertanyaan-pertanyaan nan mulai kembali membikin kita tertarik dengan eksistensi unit techno ini. Beberapa segmen juga menampilan materi black comedy nan sureal. Menarik gimana Himuro berbareng unit techno-nya sangat ‘fiktif’, kontras dengan latar movie nan otentik dan realistis. Sesuai dengan tema film-film dalam JFF+ tahun ini, Otawara sebagai latar mendominasi pemandangan dengan pemandangan kota kecilnya nan tenang.

Techno Brothers

Kualitas Kamera ‘Seadanya’ dan Produksi nan Sangat Minimalis

“Techno Brothers” merupakan movie arthouse, diproduksi oleh Foolish Piggies Films di Otawar, dimana Hirobumi menjadi co-founder-nya. Idealisme sutradara nan mentah sangat terpancar melalui movie ini. Sinematografi movie ini apalagi tak ambil pusing dengan menggunakan kamera nan tidak steady.

Beberapa segmen apalagi terlihat mempunyai kualitas nan lebih rendah dari kamera nan semestinya digunakan untuk syuting movie dengan hasil jauh dari sinematik dan artistik. Namun, sebagai movie nan hendak meng-highlight musik techno, kualitas sound, mixing, dan komposisi lagu original sesuai ekpektasi dan konsisten.

Ada cukup banyak segmen gigs dari Techno Brothers nan bakal kita saksikan. Musik original dalam movie ini dikomposisi sendiri oleh Yuji Watanabe. Komposisi Richard Strauss, “Sparch Zarathustra” diaplikasikan sebagai opening nan megah.

Kembali lagi intipati movie ini, mungkin ada dari kita fans techno nan memahami musik unit ini, alias kita nan tidak mengerti dan mempunyai reaksi nan datar apalagi bosan. Ini nan membikin “Techno Brothers” adalah movie minimalis nan berani. Benar-benar mengandalkan musik techno sebagai jantung penampilannya. Baik penonton mengerti alias tidak, kedua situasi adalah kemenangan bagi movie ini dalam menyampaikan poin nan mau dibahas.

Komedi Ironi Kesulitan Musisi nan Subtil

Segala kesialan dan kepayahan nan dihadapi oleh Techno Brothers dalam movie ini adalah komedi. Namun di bumi nyata, ini bakal menjadi tragedi bagi musisi nan sedang merintis karir di luar sana. Mungkin bagi kita nan bukan musisi tidak bisa merasakan relasi dalam narasi nan disajikan.

Penonton nan sepi, penampilan tanpa tepuk tangan dan apresiasi, penolakan demi penolakan, semua itu pasti menyakitkan bagi musisi nan tampil, bukan? Tak hanya dihadapi oleh unit techno ini, selama perjalanan kita juga bakal memandang beberapa musisi tidak terindentifikasi juga tampil. Sama seperti Techno Brothers, mereka juga menghadapi penonton nan tidak antusias apalagi venue nan kosong.

Bebeberapa segmen tersebut disajikan melalui kamera nan terlihat seperti footage. Seperti betul-betul dari pengarsipan dari pagelaran di Otawara tanpa arahan. Selain itu kita juga bakal memandang ketiga berkerabat dalam skenario ini diperlakukan tidak setara oleh manajernya, Himuro. Dimana sudah bukan rahasia lagi bahwa manajer-manajer tukang pemanfaatan seperti ini betul-betul ada di industri musik.

Rasa penasaran kita bakal mulai muncul ketika timbul pertanyaan; kenapa Himuro berpikir bahwa Techno Brothers mempunyai potensi besar? Kontras dengan perlakuan dinginnya pada unit tersebut. Hingga misteri dari unit stoik ini, apa nan membikin mereka alim dan seperti tidak bisa hidup tanpa Himuro. Ternyata Watanabe Hirobumi belum selesai dengan “Techno Brothers” dan berencana untuk meneruskan ke sekuel apalagi trilogi. Untuk sekarang, “Techno Brothers” bisa di-streaming di JFF+ Independent Cinema 2023 online sampai 31 Oktober mendatang!