The Flash Review: Awal Mula Multiverse DC

Sedang Trending 3 bulan yang lalu

Bagi beberapa orang, kemauan untuk mengubah apa nan sudah terjadi tentu menjadi satu perihal nan dianggap lumrah. Akan tetapi, terkadang akibat nan dihasilkan atas perbuatan tersebut dapat mendorong munculnya musibah lebih besar dan menimbulkan dilema tersendiri pada orang tersebut. Singkatnya, perihal itu nan mau diangkat pada ‘The Flash’.

‘The Flash’ merupakan movie action superhero dari Warner Bros Pictures dan DC Studios nan diarahkan oleh Andy Muschietti. Membawa Ezra Miller sebagai The Flash, movie ini bercerita mengenai Barry Allen nan tidak sengaja kembali ke masa lampau dan kemudian beriktikad untuk menghentikan kematian ibunya. Akan tetapi, aksinya ini membikin dirinya terjebak di semesta lain, membawa dirinya dalam bentrok baru dan mempertemukannya dengan Barry Allen dan Bruce Wayne di semesta tersebut sembari mencari langkah untuk kembali ke semestanya sendiri.

The Flash Review

Secara narasi, ‘The Flash’ membawa premis nan kurang lebih serupa dengan ‘Spider-Man: No Way Home’. Mengenai karakter titular nan mau mengubah masa lalu, hingga nantinya dia kudu berhadapan dengan ancaman berskala multiverse, membikin keduanya tidak berbeda jauh. Walau begitu, pembawaannya nan tampak lebih comedic membuat movie ini lebih light-hearted.

Seperti ‘Spider-Man: No Way Home’ hingga ‘Spider-Man: Across the Spider-Verse’, ‘The Flash’ membawa konsep multiverse dalam penceritaannya. Alih-alih membawa kerumitan pada kisah Barry Allen, konsep tersebut dibawakan dengan simpel nan membikin ruwetnya multiverse pada DC jauh lebih mudah dipahami. Tak hanya itu, kehadiran movie ini juga seakan membuka kemungkinan baru dalam keberlanjutan franchise film DC nan nantinya bakal dirombak sepenuhnya pada beberapa tahun ke depan.

‘The Flash’ sendiri membawa beragam karakter di dalamnya. Barry Allen, nan terdiri dari dua karakter berbeda dan diperankan oleh Ezra Miller tampak sukses direpresentasikan dengan baik terlepas dari perbedaan latar belakang dan karakterisasinya. Michael Keaton sebagai Bruce Wayne era duologi ‘Batman’ pengarahan Tim Burton sukses tampil penuh charisma sekaligus memberikan kesan nostalgia bagi para pecinta Batman tahun 90an. Akan tetapi, Sasha Calle sebagai Supergirl terasa kurang tersorot meski karakterisasi Supergirl-nya terlihat unik.

Didukung dengan narasi dan karakterisasi nan baik, ‘The Flash’ terganjal dengan aspek teknisnya nan tampak di bawah rata-rata. Hal paling kentara adalah gimana rentetan penggunaan special effects yang terlihat tetap belum melebur sepenuhnya dengan scene, membikin ragam aksinya seakan sangat superficial.

Akhir kata, ‘The Flash’ merupakan drama mengenai Barry Allen nan mau mengubah masa lampau dan justru membawanya ke bentrok skala multiverse baru atas tindakannya. Perpaduan kedua perihal ini dan muatan drama komedinya membikin movie ini tetap enjoyable terlepas dari special effects-nya nan tampak berlebihan.