“The Mother” merupakan movie Netflix Original terbaru nan dibintangi oleh Jennifer Lopez. Ia hanya menjadi sosok informan FBI sekaligus ibu tanpa nama, sama seperti ‘The Bride’ dalam “Kill Bill” trilogy. Rilis pada awal pekan kedua Mei ini, bertepatan dengan Hari Ibu Internasional.
“The Mother” menceritakan seorang wanita nan memutuskan untuk menjadi informan FBI setelah menjadi bagian dari sindikat pidana nan memperjual belikan senjata. Semuanya dia lakukan untuk menjamin keamanan dari masa depan bayi nan sedang dia kandung. Ia pun meninggalkan anaknya selama belasan tahun, hingga akhirnya ancaman kembali datang, kali ini menakut-nakuti dirinya dan putrinya, Zoe nan telah beranjak remaja.
Aksi Jennifer Lopez sebagai Ibu Tangguh nan Melindungi Anaknya
Dengan titel sesederhana “The Mother”, apa nan bisa kita asumsikan selain perang Jennifer Lopez sebagai sosok ibu nan hendak melindungi anaknya? Terutama lantaran plot tersebut sudah dicantumkan dalam sinopsis.
Menonton movie ini merupakan bentuk dari rasa penasaran bakal movie nan betul-betul memenuhi ekspektasi sederhana kita alias menyuguhkan naskah nan lebih dalam dari dugaan kita. Sayangnya, movie ini sedikit di bawah ekspektasi kita, apalagi sebagai movie action level rata-rata.
Jennifer Lopez memang punya talenta berakting, namun sepertinya movie action tidak pernah menjadi kekuatan pertamanya. Dia memang memenuhi kriteria karakter ‘ibu’ secara umum, namun bukan ibu nan cukup meyakinkan dalam latar laga.
Jangankan akting Lopez, naskah juga tidak membekalinya dengan penokohan nan mempunyai prinsip kuat. Sosok ibu nan ditampilkan seakan hendak dingin sekaligus penyayang dan peduli secara bersamaan. Namun akhirnya menghasilkan penokohan nan tak jelas apa prinsipnya.
Sudah kandas jadi sosok wanita tangguh, jadi kurang mantap juga sebagai sosok ibu. Hanya menunjukan Lopez bisa menyiksa orang demi anaknya alias melakukan pengejaran dalam tindakan laga nan dinamis, tak cukup untuk menyakinkan bahwa dia sosok ibu nan handal dan mempunyai kasih sayang mendalam pada anaknya.
Tidak ada chemistry antara ibu-anak nan baik dalam movie ini, tidak ada emosinya, dimana justru komponen nan semestinya paling krusial untuk memberikan makna pada titel “The Mother”.
Naskah nan Tidak Mendukung Eksekusi Ketegangan dan Laga
Aksi tanpa prinsip sama saja nol. Tanpa motivasi dan penokohan nan jelas, maka setiap segmen laga nan ditampilkan tidak bakal terasa menegangkan. Naskah “The Mother” terlihat malas dalam meracik cerita dan penokohan nan mendalam.
Latar belakang karakter ‘ibu’ hanya dijelaskan dalam momen perbincangan biasa dan flashback nan kurang berkesan. Padahal perihal ini kudu menjadi salah satu momen terpenting dalam plot. Banyak juga info nan dibiarkan ambigu dan abu-abu hanya untuk menghindari plot nan mungkin dianggap oleh penulis naskah terasa terlalu jelas.
Ada protagonis, pastinya ada juga antagonis. Karakter penjahat utama dalam petualangan ibu nan berupaya untuk melindungi anaknya ini mempunyai presentasi penjahat nan tak kalah lemahnya. Sama sekali tidak meninggalkan kesan. Bagaimana mau memberikan emosi terancam dan ketegangan dalam petualangan sang ibu dan anak?
“The Mother” akhirnya hanya terlihat seperti Netflix Original nan sekadar dirilis untuk mengikuti hype Hari Ibu. Namun materinya tetap mentah dan sangat kurang dalam segi emosi.
Masih banyak sutradara maupun penulis naskah nan lupa bahwa emosi dan sentimen juga dibutuhkan untuk menggerakan movie laga sekalipun. Tak hanya ledakan, segmen berkompetisi nan brutal, dan karakter nan hanya terlihat handal dan garang pada level permukaan saja.