Thirteen Lives: Survival Movie yang Lebih Menawarkan Realita Ketimbang Drama

Sedang Trending 10 bulan yang lalu

Peristiwa tentang 13 orang tim sepak bola junior di Thailand nan terperangkap di Gua Tham Luang pada 2018 lampau mendapat perhatian banyak orang di seluruh dunia. Tidak butuh banyak waktu hingga pada akhirnya muncul beberapa karya sinema nan menceritakan kisah mendebarkan tersebut, seperti dokumenter “The Rescue” (2021) dan series “Thai Cave Rescue” (2022) nan menampilkan tindakan heroik seluruh tim penyelamat dari beragam negara.

Di awal semester kedua 2022, Ron Howard seorang sutradara, produser, sekaligus penulis naskah nan pernah memenangkan Academy Awards berkah movie “A Beautiful Mind” (2001) berkesempatan mengadaptasi peristiwa ini dalam corak survival movie berjudul “Thirteen Lives” (2022) nan nyata dan mendebarkan. Apa nan membikin movie ini berbeda dengan kedua jenis lainnya?

Thirteen Lives

Realisme Mendebarkan Rescue di Gua Tham Luang Thailand

“Thirteen Lives” memainkan cerita di sekitar dua penyelam Inggris nan tergabung di organisasi British Cave Rescue Council, Richard Stanton (Viggo Mortensen) dan John Volanthen (Colin Farrell) saat menjadi volunteer dalam misi pengamanan 12 anak dan seorang pembimbing sepak bola nan terperangkap di gua nan dialiri arus air hujan.

Butuh sekitar tujuh jam untuk menyelamatkan satu nyawa. Interior gua nan seperti labirin dan derasnya aliran air hujan menjadi gambaran mendebarkan setiap misi pengamanan dimulai. Ada banyak segmen nan pada akhirnya mempertontonkan bahwa situasi sangat chaos dan susah untuk dikendalikan.

Karakter Richard Stanton sangat mewakili orang-orang nan marah dan kalut lantaran keadaan begitu rumit, dia dingin secara emosional, namun bisa menyentuh berkah ketulusannya dalam misi penyelamatan. Sedangkan John Vonlanthen menjadi penyeimbang lantaran perannya sebagai seorang ayah mempunyai sisi nan lebih hangat, dia bisa menempatkan diri di samping para orang tua nan sedang memelihara rasa resah bakal keselamatan anak-anaknya.

Thirteen Lives

Keberhasilan Howard Menangkap Rumitnya Banyak Perspektif

Film dengan lama nan cukup panjang ini, terbilang bisa menangkap beragam perspektif dari banyak orang. Regu penyelam memang ditampilkan sebagai tim kunci nan memegang peran krusial menyelamatkan 13 orang nan terjebak dalam labirin Gua Tham Luang. Namun dengan terampil, Howard tidak menyisihkan kontribusi seorang mahir tanah asal Thailand, Thanet Natisri (Nophand Boonyai) nan bisa mengerahkan kekuatan penduduk lokal untuk mengalihkan aliran air dari atas gunung ke pesawahan. Cara ini dinilai efektif mengurangi debit air nan masuk ke dalam gua.

Film ini juga menempatkan ruang krusial pada kehadiran tim Angkatan Laut Thailand, sebagai satuan tugas nan memberikan keahlian terbaiknya dalam peristiwa ini, sampai-sampai satu nyawa pada akhirnya lenyap saat proses pengamanan berlangsung.

Kecemasan orang tua juga dimainkan dengan baik meski tanpa drama nan sentimental. Latar belakang politik Thailand juga mendapat sentuhan sedikit melalui eksistensi Gubernur Anupong Paochinda (Vithaya Pansringarm).

Intinya dalam 2 jam 30 menit movie berjalan, “Thirteen Lives” berupaya menekankan bahwa misi pengamanan adalah pekerjaan seluruh regu penyelamat, tidak terkecuali support angan dari pemuka kepercayaan setempat Kruba Boonchum (U Gambira) nan membantu proses ini melalui pendekatan religi.

Visual nan Membius dan Menegangkan

Apabila memperhatikan movie ini dari perspektif visual, dari awal movie berjalan aura misterius dan kehadiran patung Buddha di pintu masuk gua menjadi penanda awal nan menyiratkan bahwa hal-hal di luar pemisah keahlian manusia bisa terjadi kapan saja. Keganasan alam bisa melumpuhkan kekuatan bentuk dan jangkauan logika serta logika manusia.

Sinematografer berkebangsaan Thailand, Sayombhu Mukdeeprom nan terlibat langsung dalam penggarapan movie “Call Me by Your Name” (2017) ini juga membawa movie “Thirteen Lives” begitu nyata membius para penonton seolah berada dalam situasi genting nan sesak dan tak tertahankan.

Secara keseluruhan, movie ini sangat layak ditonton, banyak sisi kemanusiaan nan bisa direnungkan. Bagaimanapun, movie nan menceritakan tentang pengamanan dan kepedulian banyak orang bakal sebuah peristiwa bisa menjadi bahan kontemplasi bahwa sebenarnya di bumi ini tetap banyak hal-hal baik nan kadang luput dari penglihatan.