Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah salah satu fase paling krusial nan menentukan arah hidupnya. Mengenai gimana dia menyikapi beragam macam perihal di sekitarnya hingga penemuan jati diri, semua datang untuk membangun karakter seorang remaja. Sekilas, itu menjadi salah satu sorotan dalam ‘Virgo and The Sparklings’ nan sedang tayang di bioskop.
‘Virgo and The Sparklings’ merupakan movie tindakan pahlawan super produksi Screenplay Bumilangit nan diarahkan oleh Ody C. Harahap. Menempatkan Adhisty Zara sebagai pemeran utamanya, movie ketiga dalam Jagat Sinema Bumilangit ini bercerita tentang Riani nan terpaksa berpindah-pindah sekolah atas petaka dari kekuatannya. Bersama dengan teman-teman barunya, dia berupaya untuk mewujudkan mimpinya membangun band rock terkenal dan memahami kekuatan terpendamnya seiring hadirnya musuh perusak tatanan masyarakat.
Secara narasi, ‘Virgo and The Sparklings’ datang dengan representasi cerita condong maju dan linear. Cerita sendiri berkutat pada Riani nan berupaya untuk menjadikan hidup remajanya lebih seimbang lantaran kekuatannya. Akan tetapi, sajian naratif dalam movie remaja pahlawan super ini terasa sangat tumpeng tindih, membuatnya terasa tidak konsisten lantaran bangunannya nan seakan mau menampilkan banyak hal.
Menjadi bagian dari Jagat Sinema Bumilangit, ‘Virgo and The Sparklings’ mengambil arah nan berbeda dari ‘Gundala’ dan ‘Sri Asih’. Alih-alih tampil dengan nuansa kelam bak DC, movie superhero arahan Ody C. Harahap ini disajikan dengan tone yang condong cerah demi menyesuaikan latar seputar remaja. Dikemas dengan representasi nan asik melalui deret musik penggugah mood dan komedi pengundang tawa, movie ini tampak seperti coming-of-age drama yang dibalut sentuhan pahlawan super sebagai sisi baru penyesuaian sinematik Bumilangit.
Akan tetapi, tone cerah ini tampak terusik dengan hadirnya Carmine sebagai antagonis dalam ‘Virgo and The Sparklings’. Carmine dengan ambisi besarnya mengubah bumi dengan kekuatannya tampak terlalu menggebu-gebu, membikin eksistensinya tampak out-of-place pada movie ini. Belum lagi minimnya latar belakang dari sang antagonis nan membikin penonton bakal susah mengerti dengan grand purpose darinya.
Tak berakhir di narasi, aspek karakterisasi adalah perihal minim lainnya pada ‘Virgo and The Sparklings’. Mendampingi Riani, ada beragam karakter lain nan tersaji, seperti Monica, Ussy, dan Sasmi dengan sorotan besar. Ketiganya nan tampak datang sebagai sidekick dari Riani, tak pernah mempunyai redeeming quality dalam plot utama meski representasinya tampak hidup berkah akting memukau dari para aktris terkait.
Banyak sekali karakter potensial nan sebenarnya dapat disorot lebih, seperti Leo dan personil lain Scorpion Sisters, nan eksistensinya sayang sekali tak pernah betul-betul dipedulikan oleh naskah.
Layaknya beragam movie superhero, ‘Virgo and The Sparklings’ tetap tampil dengan ragam segmen aksi. Banyak berpaku pada penggunaan special effects, implementasinya tampak downgrade dari ‘Gundala’ dan ‘Sri Asih’ lantaran tetap banyaknya scene yang terlihat tidak nge-blend dengan efek-efeknya. Ini pula nan sekali lagi mencederai experience kala menonton kisah Riani seiring durasinya.
Akhir kata, ‘Virgo and The Sparklings’ adalah upaya Screenplay Bumilangit dalam menyajikan tone berbeda dalam Jagat Sinema Bumilangit. Meski memberi kesegaran, representasinya nan tampak separuh matang membikin sinarnya cukup pudar seiring runtime.